Imunitas dan Alergi

A. Imunitas Bawaan

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan ini disebut imunitas. Sebagian besar imunitas merupakan ‘imunitas didapat” yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri/penyakit/toksin.

Seringkali membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya. Ada suatu imunitas tambahan yang merupakan akibat dari proses umum dan bukan dari proses yang terarah pada organisme penyebab penyakit spesifik. Imunitas ini disebut imunitas bawaan yang meliputi:

  1. Fagositosis terhadap bakteri dan organisme lainnya oleh sel darah putih dan sel pada sistem makrofag jaringan.
  2. Pengrusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap organisme yang tertelan ke dalam lambung.
  3. Daya tahan kulit terhadap invasi organisme.
  4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing atau toksin tersebut menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah:
    • Lisozim, suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan membuatnya terlarut;
    • Polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bakteri gram positif tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif;
    • Kompleks komplemen,, merupakan suatu sistem yang terdiri dari kurang 20 protein, yang dapat diaktifkan melalui bermacam-macam cara untuk merusak bakteri;
    • Limfosit pembuluh alami yang dapat mengenali dan menghancurkan sel sel asing, sel-sel tumor dan bahkan beberapa sel yang terinfeksi.

Imunitas bawaan membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit.

B. Imunitas Didapat

Selain imunitas bawaan, tubuh manusia juga mampu membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain.

Imunisasi semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin. Hal ini bersama dengan mekanisme imunitas dan beberapa reaksi terkaitnya, terutama alergi.

Imunitas didapat seringkali mampu memberikan perlindungan yang kuat. Contohnya, imunitas didapat mampu melindungi tubuh dari efek toksin tertentu, seperti toksin paralitik dari botulinum atau toksin kejang dari tetanus, dalam dosis sebanyak 100.000 kali jumlah yang dapat menimbulkan kematian bila tidak ada imunitas.

Ini merupakan alasan mengapa suatu proses yang dikenai sebagai “vaksinasi“ sangat penting dalam melindungi manusia terhadap penyakit dan toksin.

Tipe dasar imunitas didapat

Dalam tubuh dapat dijumpai dua tipe dasar dari imunitas didapat yang berhubungan erat satu sama lain, yaitu:

  1. Tubuh membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam darah yang mampu menyerang agen penyerbu. Tipe imunitas ini disebut imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit B memproduksi antibodi).
  2. Pembentukan limfosit teraktivasi dalam jumlah besar yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan benda asing jenis imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai sel atau imunitas sel-T (karena limfosit yang teraktivasi merupakan limfosit T)

Limfosit merupakan dasar dari imunitas didapat

Imunitas didapat merupakan produk dari sistem limfosit tubuh, pada orang-orang yang memiliki cacat genetik pada limfosit atau pada limfositnya yang rusak akibat dari radiasi atau bahan bahan kimia, tidak dapat membentuk imunitas didapat.

Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfa, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid khusus, seperi limfa daerah submukosa dari traktus gastrointestinal dan sumsum tulang jaringan limfoid tersebar secara sangat menguntungkan di dalam tubuh guna menahan invasi organisme atau toksin sebelum dapat menyebar lebih luas.

Contohnya jaringan limfoid dari traktus gastrointestinal terpajan/terekspos secara langsung dengan antigen yang masuk melalui makanan; antigen yang melewati jaringan limfoid pada tenggorokan dan faring (tonsil dan adenoid) akan menahan antigen yang masuk ke traktus respiratorius bagian atas.

Akhirnya jaringan limfoid limfa dan sumsum tulang memainkan peranan penting dalam menahan agen antigenik yang berhasil mencapai darah sirkulasi.

Ada 2 macam limfosit yang berturut-turut menimbulkan imunitas diperantarai sel dan imunitas humoral limfosit T dan limfosit B

Satu kelompok yaitu limfosit T bertanggung jawab dalam limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain yaitu limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas humoral.

Sewaktu embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari stem sel hemopoietik yang berdiferensiasi dan membentuk limfosit. Limfosit yang terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit berdiferensiasi lebih lanjut atau “diolah lebih dulu’ dengan cara sebagai berikut.

Limfosit yang pada akhirnya membentuk limfosit T teraktivasi, mula mula bermigrasi ke dan dibentuk lebih dulu dalam kelenjar timus, oleh karena itu disebut limfosit “T”. Limfosit ini bertanggung jawab terhadap imunitas diperantarai sel.

Kelompok limfosit yang lain limfosit B yang dipersiapkan untuk membentuk antibodi mula-mula diolah lebih dulu dalam hati selama masa pertengahan kehidupan janin, dan dalam sumsum tulang tulang pasca masa akhir janin ini sesudah dilahirkan, kelompok sel ini mula-mula ditemukan pada burung, di mana pengolahan awal terjadi dalam bursa Fabricus. Suatu struktur yang tidak dijumpai pada mamalia. Karena alasan tersebut limfosit “B”, dan bertanggung jawab untuk imunitas humoral.

Sifat-sifat khusus sistem limfosit B imunitas humoral dan antibodi

Pembentukan antibodi oleh sel plasma. Sebelum terpajang oleh antigen yang spesifik. Klon limfosit B tetap dalam keadaan dorman di dalam jaringan limfoid. Bila ada antigen yang masuk, makrofag dalam jaringan akan memfagositosis antigen dan kemudian membawa ke limfosit B di dekatnya.

Di samping itu, antigen tersebut dapat juga dibawa ke sel T pada saat yang bersamaan dan sel “pembantu” yang teraktivasi kemudian juga membantu mengaktifkan limfosit B. Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segera membesar dan tampak seperti gambaran limfoblas.

Beberapa limfoblas akan berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablast, yang merupakan prekursor dari sel plasma.

Pembentukan sel “memori”, perbedaan antara respon primer dan respon sekunder

Beberapa limfoblas terbentuk oleh pengaktifan suatu klon limfosit B, tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit B baru dalam jumlah yang cukup dan serupa dengan yang terdapat pada klon asal.

Dengan kata lain, populasi sel B dari klon yang teraktivasi secara spesifik menjadi sangat meningkat. Dan limfosit B baru tersebut ditambahkan ke limfoit asal pada klon. Limfosit B yang baru ini juga bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendalami seluruh jaringan limfoid, tapi secara imunologi, mereka tetap dalam keadaan dorman sampai diaktifkan lagi oleh sejumlah antigen baru yang sama.

Limfosit ini disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama. Akan menimbulkan respon antibodi yang jauh lebih cepat dan kuat.

Perbedaan antara respon primer untuk pembentukan antibodi yang terjadi pada saat pajanan pertama oleh suatu antigen spesifik dan respon sekunder yang terjadi setelah pajanan kedua oleh antigen yang sama. Perhatikan ketarlambatan timbulnya respon primer, potensialnya yang lemah, dan masa hidupnya yang singkat.

Sebaliknya, respon sekunder, timbul dengan cepat setelah terpajan dengan antigen (seringkali dalam waktu beberapa jam), bersifat lebih jauh kuat, dan membentuk antibodi selama berbulan bulan, ketimbang hanya beberapa minggu saja.

Peningkatan potensi dan masa kerja respon sekunder ini menjelaskan mengapa vaksinasi biasanya dilakukan dengan menyuntikkan antigen dalam berbagai dosis dan dengan masa waktu penyuntikan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.

C. Sifat Antibodi

Antibodi merupakan globulin gamma yang disebut immunoglobulin, dan berat molekulnya antara 160.000 dan 970.000. Immunoglobulin biasanya merupakan sekitar 20% dari seluruh protein plasma.

Semua immunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai polipeptida ringan dan berat, kebanyakan merupakan kombinasi 2 rantai berat dan 2 rantai ringan. Tiap rantai berat sejajar dengan rantai ringan pada salah satu ujungnya, jadi membentuk satu pasangan berat dan ringan, serta selalu terdapat sedikit 2 pasang dan sebanyak-banyaknya 10 pasang dalam setiap molekul immunoglobulin.

Baca juga:  Sistem Urinaria (Ginjal) Manusia

Ujung dari setiap rantai berat dan ringan, yang disebut bagian yang dapat berubah, dan sisa masing-masing rantai tersebut berbeda-beda untuk tiap sifat antibodi, dan bagian inilah yang secara khusus melekat pada tipe antigen tertentu.

Bagian yang tetap dari antibodi menentukan sifat-sifat lain dari antibodi, menetapkan beberapa faktor seperti penyebaran antibodi dalam jaringan, pelekatan antara antibodi pada struktur-struktur spesifik dalam jaringan, pelekatan pada kompleks komplemen, kemudian antibodi melewati membran, dan sifat-sifat biologis lain dari antibodi.

Spesifik antibodi

Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen tertentu, hal ini disebabkan oleh struktur uniknya yang tersusun atas asam-asam amino pada bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringan dan berat.

Susunan asam amino ini memiliki bentuk struktur yang berbeda untuk setiap spesifikasi antigen. Sehingga bila suatu antigen berkontak dengan bagian ini, maka berbagai kelompok prostetik antigen tersebut seperti sebuah bayangan cermin dengan asam amino yang terdapat dalam antibodi, sehingga jadilah ikatan yang cepat antara antibodi dan antigen.

Ikatan ini bersifat anti kovalen, tapi antibodi bersifat sangat spesifik, maka akan ada banyak tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibodi antigen itu sangat kuat terikat satu sama lain. Yaitu dengan cara:

  1. lkatan hidrofobik,
  2. Ikatan hirogen,
  3. Daya tarik ionik.
  4. Kekuatan Van der Waals.

lkatan ini juga mematuhi hukum kerja massa termodinamik berikut:

Ka = Konsentrasi ikatan antibodi – antigen / Konsentrasi antibodi x konseutrasi antigen

Penggolongan antibodi

Terdapat 5 golongan umum antibodi, masing-masing diberi nama IgM, IgG, IgD, dan lgE. lg adalah singkatan dari imunoglobilin.

Ada beberapa golongan yang sangat penting:

  • IgG → merupakan antibodi bivalen dan kira-kira 75% dari seluruh antibodi pada orang normal.
  • lgE → merupakan antibodi dalam jumlah kecil tapi khususnya terlibat dalam peristiwa alergi.
  • IgM → sebagian besar antibodi yang terbentuk sewaktu terjadi proses primer.

Antibodi ini mempunyai 10 tempat ikatan sehingga membuatnya menjadi sangat efektif dalam melindungi tubuh terhadap agen penyebab penyakit. Walaupun antibodi IgM jumlahnya tak begitu banyak.

D. Mekanisme Kerja Antibodi

Antibodi bekerja terutama melalui 2 cara mempertahankan tubuh terhadap agen penyebab penyakit:

1. Langsung menyerang penyebab penyakit tersebut

Antibodi dapat mematikan aktivitas agen penyebab penyakit tersebut dengan salah satu cara sebagai berikut:

  • Aglutinasi, di mana berbagai partikel besar dengan antigen pada permukaannya, seperti bakteri atau sel darah merah, terikat bersama sama menjadi satu kelompok.
  • Presipitasi, di mana kompleks molekular dari antigen yang larut (misalnya racun tetanus) dan antigen menjadi begitu besar sehingga berubah menjadi tak larut dan membentuk presipitasi.
  • Netralisasi, di mana antibodi menutupi tempat-tempat yang toksik dari agen yang bersifat antigenik.
  • Lisis, di mana beberapa antibodi yang sangat kuat kadang-kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit sehingga sel tersebut robek.

Dalam keadaan normal, kerja antibodi yang langsung menyerang penyebab penyakit yang bersifat antigenik mungkin tak cukup kuat untuk berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap penyebab penyakit tersebut.

Kebanyakan sifat pertahanan didapat melalui efek penguatan dari sistem komplemen yang akan dijelaskan di bawah ini.

2. Aktivasi sistem komplemen → merusak penyebab penyakit tersebut

“Komplemen” merupakan istilah gabungan untuk menggambarkan suatu sistem yang terdiri dari kira-kira 20 protein, yang kebanyakan merupakan prekursor enzim. Pemeran utama dalam sistem ini adalah 11 protein yang ditandai dengan C1 sampai C9, B, dan D.

Dalam keadaan normal, semua protein ini terdapat diantara protein protein plasma dan juga dalam protein plasma yang bocor keluar dari kapiler masuk ke dalam ruang jaringan. Biasanya prekursor enzim ini bersifat inaktif, namun dapat diaktifkan dengan 2 cara:

a. Jalur klasik

Jalur ini diaktifkan oleh suatu reaksi antigen antibodi. Yaitu bila suatu antibodi berikatan dengan suatu antigen, maka tempat reaktif yang spesifik pada bagian “yang tetap” dari antibodi akan menjadi tak tertutup, atau diaktifkan dan gabungan ini kemudian langsung berikatan dengan molekul C1 dari sistem komplemen, masuk dalam “rangkaian” untuk mengaktifkan banyak molekul pada tahap pertama dari sistem komplemen ini, hanya dibutuhkan sedikit gabungan antigen-antibodi, C1 yang terbentuk kemudian secara berturut-turut mengaktifkan enzim yang jumlahnya meningkat pada tahap akhir dari sistem ini, sehingga dari awal yang kecil, terjadilah reaksi “penguat” yang besar sekali.

b. Jalur alternatif

Sistem komplemen kadang-kadang diaktifkan tanpa diperantarai oleh suatu reaksi antigen-antibodi. Hal ini terutama terjadi dalam respon terhadap molekul-molekul polisakarida besar dalam membran sel mikroorganisme yang menyerbu masuk.

Bahan-bahan ini bereaksi dengan faktor komplemen E dan D, menghasilkan bahan yang mengaktifkan faktor C3, untuk memulai rangkaian kompleman yang tersisa, diluar tingkat C3. Jadi, pada dasarnya semua hasil akhir yang dihasilkan itu sama dengan yang dihasilkan pengaruh yang sama terhadap penyerbu dalam mempertahankan tubuh.

Karena jalur alternatif tidak melibatkan reaksi antigen-antibodi maka jalan ini juga merupakan garis pertahanan pertama terhadap mikroorganisme penyerbu. Bahkan mampu berfungsi sebelum orang tersebut terimunisasi terhadap organisme.

Macam-macam tipe sel T dan fungsinya

Telah ditemukan beberapa tipe sel T. Sel-sel ini digolongkan dalam beberapa kelompok utama:

  1. Sel T pembantu
  2. Sel T sitotoksik
  3. Sel T supresor

Sel T pembantu peranannya dalam seluruh pengaturan imunitas

Sel T pembantu, sejauh ini merupakan sel T yang jumlahnya paling banyak, biasanya meliputi lebih dari 75% dari jumlah keseluruhan. Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, sel-sel ini membantu untuk melakukan fungsi sistem imun.

Pada kenyataannya, sel-sel ini bertindak sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun. Sel-sel ini membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin. Limlokin yang penting disekresikan oleh sel-sel T pembantu yaitu: Interleukin-2 sampai Interleukin 6.

Bila tidak terdapat limfokin yang berasal dari sel T pembantu, maka sistem imun yang tersisa hampir semuanya menjadi lumpuh. Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan Sel T supresor.

Bila tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T sitotoksik dan sel T supresor diaktifkan sedikit sekali oleh sebagian besar antigen. Limfokin interleukin-2 khususnya memiliki efek perangsangan yang sangat kuat dalam menyebabkan pertumbuhan dan ploliferasi sel T sitotoksik serta sel T supresor. Beberapa limfokin lain memiliki efek potensial yang lebih sedikit, terutama interleukin-4 dan interleukin-5.

Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel B untuk membentuk sel plasma dan antibodi. Kerja langsung antigen untuk mengahasilkan pertumbuhan sel B, proliferase, pembentukan sel plasma, dan sekresi antibodi juga bersifat lemah tanpa “bantuan” sel T pembantu.

Hampir semua interleukin ikut serta dalam respon sel B, tapi khusus interleukin-4, -5 dan -6. Pada kenyataannya, ketiga interleukin inilah yang memiliki efek kuat pada sel B. Sehingga mereka disebut faktor perangsang sel B atau faktor pertumbuhan sel B.

Limfokin juga mempengaruhi aktivasi makrofag, melalui cara:

  1. Menghambat dan memberhentikan migrasi makrofag setelah limfokin secara kemotaktik tertarik kedalam area jaringan yang meradang. Dengan demikian menyebabkan pengumpulan makrofag dalam jumlah yang banyak.
  2. Mengaktifkan makrofag untuk menimbulkan fagositosis yang jauh lebih efesien, sehingga memungkinkan makrofag untuik menyerang organisme penyerbu dalam jumlah yang lebih banyak.

Umpan balik, efek perangsangan pada sel pembantu sendiri. Beberapa limfokin khususnya interleukin-2 memiliki umpan balik yang positif langsung yang merangsang aktivasi sel T pembantu itu sendiri. Kerja ini berlaku sebagai suatu penguat dalam memperkuat respon sel pembantu selanjutnya, seperti yang terjadi pada seluruh respon imun dalam melawan antigen yang menyatu.

Baca juga:  Sistem Reproduksi Pria Bagian Dalam dan Luar

Sel T sitotoksik

Sel ini merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh mikroorganisme bahkan membunuh sel-sel tubuh sendiri. Pada permukaan sel T sitotoksik ini didapatkan protein reseptor yang menyebabkan terikat erat dengan organisme penyakit atau sel yang mengandung antigen spesifiknya.

Selanjutnya, mereka membunuh sel yang diserang tadi. Setelah berikatan sel sitotoksik mensekresikan protein pembentuk lubang, yang disebut perforin, perforin akan membuat lubang bulat besar pada membran dari sel yang diserang. Kemudian cairan dari ruang interstisial akan mengalir secara cepat ke dalam sel.

Selain itu, sel sitotoksik juga mengeluarkan substansi sitotoksiknya secara langsung ke dalam sel yang diserang. Hampir dengan segera, sel yang yang diserang dengan sangat menjadi sangat membengkak dan biasanya tidak kemudian akan terlarut.

Yang penting sel pembunuh sel sitotoksik dapat terdorong keluar dari sel korban setelah sel itu terlubangi dan dimasuki oleh substansi sitotoksik, dan sel pembunuh kemudian bergerak untuk membunuh sel banyak lagi. Setelah menghancurkan sel-sel penyerbu, banyak sel-sel pembunuh ini yang kemudian menetap selama berbulan-bulan dalam jaringan.

Sel sitotoksik juga berperan penting dalam penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis sel lain yang dianggap asing oleh tubuh itu sendiri.

Sel T supresor

Dibandingkan dengan sel-sel T yang lain, perihal sel T supresor ini masih sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu.

Telah dianggap bahwa fungsi supresor ini menyebabkan pengaturan aktivitas sel selain, menjaganya agar jangan menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang mungkin saja sangat merusak tubuh.

Dengan alasan inilah maka sel-sel supresor, bersama dengan sel T pembantu, digolongkan sebagai sel T regulator. Satu skenario untuk mengembangkan fungsi sel T supresor regulator tersebut adalah sebagai berikut: sel T pembantu akan mengaktifkan dari sel T pembantu, dan keadaan ini secara otomatis akan menentukan tingkat aktivitas sistem sel T pembantu.

Mungkin bahwa juga sel T supresor berperan penting dalam membatasi kemampuan sistem imun untuk menyerang jaringan tubuh orang itu sendiri, yang disebut toleransi imun.

E. Vaksinasi

Vaksinasi telah dipakai selama bertahun tahun untuk menimbulkan imunitas didapat terhadap penyakit-penyakit tertentu. Seseorang dapat divaksinasi dengan cara menyuntikkan organisme yang telah mati, yang tak mampu menimbulkan penyakit lagi, tapi masih mempunyai antigen kimiawi.

Tipe vaksinasi ini dipakai untuk melindungi tubuh terhadap demam tifoid, batuk rejan, difteri, dan banyak macam penyakit bakteri toksin yang telah diolah dengan bahan kimia, sehingga sifat toksinnya sudah rusak walaupun antigen yang menimbulkan imunitasnya tetap utuh.

Cara ini dipakai pada vaksinasi terhadap tetanus, botulisme, dan lain-lain, mirip dengan penyakit toksik.

Seseorang dapat divaksinasi dengan organisme yang masih hidup tapi telah “dilemahkan”. Artinya, organisme ini dikembangkan dalam media biakan khusus atau dilewatkan pada seringkali binatang sampai organisme ini cukup bermutasi, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit tapi masih membawa antigen yang spesifik.

Cara ini dipakai untuk melindungi tubuh terhadap poliomielitis, demam kuning, campak, cacar air, dan penyakit-penyakit virus lainnya.

F. Alergi dan Hipersensitivitas

Pada beberapa keadaan, salah satu efek samping yang penting dari imunitas adalah timbulnya alergi atau hipersensitivitas lain. Ada beberapa tipe alergi dan hipersensitivitas lain, beberapa di antaranya hanya terjadi pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan alergi yang spesifik.

Alergi yang disebabkan oleh sel T teraktivasi: alergi reaksi lambat

Tipe alergi ini dapat menyebabkan erupsi kulit sebagai respon terhadap obat-obatan atau bahan-bahan kimia tertentu, terutama beberapa beberapa bahan kosmetik dan bahan kimia rumah tangga, di mana kulit seseorang sering berkontak.

Contoh lain dari hipersensitivitas alergik seperti ini adalah erupsi kulit yang disebabkan oleh pajanan terhadap racun dari tumbuhan yang menjalar. Alergi reaksi-lambat disebabkan oleh sel T teraktivasi dan bukan oleh antibodi.

Mengingat tipe imunitas ini dapat menyebabkan terlepasnya banyak bahan toksik dari sel T teraktivasi demikian juga invasi jaringan yang luas oleh makrofag serta menimbulkan efek-efek selanjutnya, maka kita dapat mengerti bahwa akibat akhir dari beberapa alergi reaksi lambat dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan yang parah.

Normalnya, terjadi kerusakan pada area jaringan dimana terdapat antigen, seperti tumbuh timbunan, atau di paru yang menyebabkan edema paru dan serangan asma pada kasus yang disebabkan oleh antigen yang ditularkan lewat udara.

Alergi pada orang yang alergik dengan antibodi IgE

Beberapa orang mempunyai kecenderungan “alergik”. Keadaan alergi ini disebut alergi atopik, karena disebabkan oleh respon imun yang tak lazim.

Kecenderungan alergi ini diturunkan secara genetik dari orang tua ke anak-anaknya, dan ditandai dengan adanya sejumlah besar antibodi IgE. Antibodi ini disebut reagin atau antibodi tersensitisasi untuk membedakannya alergen (yang didefinisikan sebagai suatu antigen yang bereaksi secara spesifik dengan tipe spesifik antibodi reagin lgE) memasuki tubuh, maka terjadi reaksi alergen-antibodi, dan kemudian terjadi reaksi alergi.

Sifat khusus dari antibodi lgE adalah kecenderungan yang kuat untuk melekat pada sel mast dan basofil. Dalam kasus tertentu, satu sel mast atau basofil dapat mengikat sampai setengah juta molukul antibodi IgE.

Bila suatu antigen (alergen) berikatan dengan beberapa antibodi lgE yang melekat pada satu sel mast atau basofil, maka ini menyebabkan perubahan segera pada membran sel yang mungkin disebabkan oleh efek fisik sederhana pada molekul antibodi yang bersama-sama ditarik oleh antigen.

Pada setiap saat banyak sel mast dan basofil yang robek, ada juga yang melepaskan granulanya tanpa mengalami robekan dan mensekresi bahan-bahan tambahan yang belum selesai dibentuk dalam granul. Beberapa dari sekian banyak bahan yang segera dilepaskan atau segera disekresikan sesudahnya, antara lain histamin.

Substansi anafilaksis bereaksi lambat (yang merupakan campuran dari leukotrien-leukotrien toksik), substansi kemotaktik eosinofil, protease, substansi kemotaktik neutrofil, heparin, dan faktor pengaktif trombosit. Substansi-substansi ini menyebabkan suatu fenomena seperti dilatasi pembuluh darah setempat.

Penarikan eosinofil dan neutrofil menuju tempat yang reaktif, kerusakan jaringan setempat oleh protease, peningkatan permeabilitas kapiler dan hilangnya cairan ke dalam jaringan dan kontraksi sel otot polos setempat. Karena itu, dapat saja terjadi sejumlah respon dari bermacam-macam jaringanmyang abnormal, bergantung pada macam jaringan yang di mana reaksi alergen alergen terjadi.

Bermacam-macam reaksi alergi yang disebabkan oleh pola ini adalah sebagai berikut:

1. Anaflaksis

Bila suatu alergen spesifik disuntikkan langsung ke dalam sirkulasi, maka alergen tersebut dapat beraksi pada tempat yang luas diseluruh tubuh dengan adanya basofll dalam darah dan sel mast yang segera berlokasi di luar pembuluh darah kecil jika mereka telah disensitisasi oleh pelekatan reagen lgE.

Oleh karena itu, terjadilah reaksi alergi yang luas diseluruh sistem pembuluh darah dan jaringan yang berkaitan erat. Histamin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi akan menimbulkan vasodilatasi perifer menyeluruh, juga peningkatan permeabilitas kapiler, dengan hasil akhir terjadi kehilangan banyak sekali plasma dari sirkulasi.

Dan sering pada kasus banyak orang meninggal dunia akibat ini dalam beberapa menit meninggal akibat syok sirkulasi. Tapi bisa dicegah dengan pemberian histamin, tapi tetap saja ada dampaknya asma dan kadang-kadang menimbulkan kematian akibat mati lemas.

2. Urtikaria

Timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafulaksis. Secara lokal histamin yang dilepaskan akan menimbulkan:

  • Vasodilatasi yang menginduksi timbulnya red flare (kemerahan)
  • Peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas. Peningkatan ini pada umumnya disebut “hives“.
Baca juga:  Struktur dan Fungsi Sel

Pemberian obat antihistamin sebelum seseorang berkontak dapat mencegah timbulnya hives.

3. Hay fever

Pada hay fever, reaksi alergen-reagin terjadi dalam hidung. Histamin yang dilepaskan sebagai respon terhadap reaksi, menimbulkan dilatasi pembuluh darah setempat, dengan hasil akhir terjadi peningkatan tekanan kapiler, juga peningkatan permeabilitas kapiler.

Kedua pengaruh ini menimbulkan kobocoran cairan yang cepat ke dalam hidung, dan dinding mukosa hidung menjadi bengkak dan bersekresi.

4. Asma

Asma seringkali terjadi pada seseorang yang “alergik”. Pada asma, reaksi alergen-reagin timbul dalam bronkiolus paru-paru. Di tempat ini produk yang paling penting yang dilepaskan dari sel mast tampaknya adalah substansi anafilaksis bereaksi lambat. Yang menimbulkan spasme otot polos bronkiolus.

Akibatnya orang tersebut mengalami kesukaran bernapas sampai produk reaktif dari reaksi alergik dihilangkan. Pemberian antihistamin memberi efek yang sedikit saja terhadap perjalanan penyakit asma, karena histamin bukanlah faktor utama yang menimbulkan reaksi asma.

Comparison of different of hypersensitivity
Comparison of different of hypersensitivity

G. Proses Peradangan

Peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang interstisial, seringkali karena pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fubrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan serta pembengkakan sel jaringan.

Salah satu akibat pertama dari peradangan dalah pembatasan area yang terluka dari jaringan yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik dalam daerah yang meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga sedikit saja cairan yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.

Selama peradangan, makrofag jaringan berperan sebagai garis pertahanan pertama untuk melawan infeksi penyerbuan neutrofil ke tempat yang mengalami radang merupakan garis pertahanan kedua. Kemudian terjadi peningkatan neutrofil dalam darah yang berlangsung akut yang disebut ”neutrofllia”.

Invasi makrofag yang kedua pada jaringan yang meradang adalah garis pertahanan yang ketiga. Garis pertahanan keempat adalah peningkatan produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang. Bila neutrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, maka pada dasarnya semua neutrofil dan kebanyakan makrofag akhirnya mati.

Sesudah beberapa hari, dalam jaringan yang meradang akan terdapat rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, neutrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut nanah.

H. Sistem Pembuluh Darah Limfa

Struktur Pembuluh Limfa

Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena dan sebagian cairan meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfa yang merembes dalam ruang ruang jaringan.

Susunan pembuluh limfa disebut juga middleman atau susunan tengah karena merupakan saluran antara dalam kapiler darah akan tetapi masuk melalui kapiler-kapiler limfa atau saluran limfa.

Saluran limfa mempunyai dua batang saluran yang sama, yaitu:

  1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra,
  2. Duktus limfatikus dekstra.

Fisiologi Cairan Limfa

Komposisinya hampir sama dengan komposisi plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang pembuluh limfa untuk masuk ke dalam aliran darah. Pembuluh limfa yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh limfa.

Kuman-kuman infeksi dapat ditangkap sehingga menimbulkan peradangan di daerah kelenjar setempat. Peristiwa ini sebagai petunjuk adanya infeksi di suatu tempat.

Pembentukan Cairan Limfa

Konsentrasi protein di dalam cairan interstisial rata-rata 2 gram/100 mL, konsentrasi protein cairan limfa yang mengalir kebanyakan dari jaringan perifer mendekati nilai ini atau lebih pekat. Sebaliknya cairan Iimfa yang terbentuk dalam hati mempunyai konsentrasi protein 3-5 gram/100 mL.

Karena lebih dari separuh limfa berasal dari hati dan usus maka cairan limfa duktus torasikus merupakan campuran dari semua daerah tubuh dan mempunyai konsentrasi protein sebesar 3-5 gram/100 mL.

Kecepatan Total Aliran Limfa

Kira-kira 100 mL Iimfa mengalir melalui suktus torasikus per jam pada manusia yang sedang beristirahat dan 20 mL/jam, cairan limfa lain mengalir ke dalam sirkulasi yang lain.

Taksiran aliran limfa total 120 mL/jam dan aliran limfa relatif kecil jika dibandingkan dengan pertukaran cairan total di antara plasma dan cairan interstisial.

Faktor Penentu Kecepatan Aliran Limfa

Tekanan cairan interstisial

Peninggian tekanan cairan bebas interstisial di atas tingkat normal (-6,3 mmHg) meningkatkan aliran cairan interstisial ke dalam kapiler limfa.

Pada titik ini kecepatan aliran mencapai maksimum, faktor faktor ini meliputi:

  • Peningkatan tekanan kapiler,
  • Penurunan tekanan osmosis koloid plasma,
  • Peningkatan protein cairan interstisial,
  • Peningkatan permeabilitas kapiler.

Pompa Limfa

Katup-katup ada dalam semua saluran limfa pengumpul isi kapiler dialirkan, sehingga setiap saat pembuluh limfa/kapiler limfa ditekan oleh sumber apapun limfa dirangsang maju sepanjang pembuluh limfa. Dalam suatu pembuluh limfa, pompa limfa ini dapat membangkitkan tekanan setinggi 25-50 mmHg.

Faktor eksternal yang menekan pembuluh limfa adalah:

  • Konstraksi otot,
  • Gerakan bagian bagian tubuh,
  • Pulsasi arteri,
  • Penekanan jaringan di luar tubuh.

Kekuatan yang Menggerakkan Cairan Limfa

Kekuatan yang menggerakkan cairan limfa ditentukan oleh 4 faktor:

  1. Tekanan kapiler, tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar melalui membran kapiler.
  2. Tekanan cairan interstisial, mendorong cairan ke dalam melalui membran kapiler (bila positif terdorong ke dalam, bila negatif terdorong keluar).
  3. Tekanan osmosis koloid plasma. Cenderung menimbulkan osmosis, cairan ke dalam melalui membran kapiler.
  4. Tekanan osmosis koloid cairan interstisial. Cenderung menimbulkan osmosis, cairan keluar melalui membran kapiler.

I. Organ Limfoid

1. Kelenjar limfe

Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10-25 mm. Limfa disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam cairan limfa banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon dioksida, dan mengandung sedikit oksigen.

Fungsi kelenjar limfe:

  • Menyaring cairan limfa dari benda asing,
  • Pembentukan limfosit,
  • Membentuk antibodi,
  • Pembuangan bakteri,
  • Membantu resorpsi lemak.

Faktor penggerak cairan limfa:

  • Kontraksi otot-otot akan menekan cairan limfa;
  • Pada inspirasi dan ekspirasi rongga dada, mengakibatkan adanya perubahan tekanan;
  • Massage tubuh (pemijatan tubuh).

2. Limfa

Struktur limfa:

Limfa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9, 10, dan 11. Limfa berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan ikat di antara jalinan itu membentuk isi limfa/pulpa yang terdiri dari jaringan limfa, dan sejumlah besar sel sel darah.

Fungsi limfa:

  • Sebagai gudang darah seperti hati,
  • Sebagai pabrik-pabrik sel darah,
  • Sebagai tempat penghancuran eritrosit,
  • Menghasilkan zat antibodi.

Lapisan limfa:

  • Lapisan luar diselimuti oleh peritoneum, di bawah peritoneum terdapat selaput yang langsung membungkus limfa.
  • Lapisan dibungkus oleh kapsul yang terdiri atas jaringan kolagen elastis dan berupa serabut halus.

3. Tonsil

Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan limfa, letaknya di antara lengkung langit-langit. Tonsil terdiri atas:

  • Tonsil faringealis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang koana.
  • Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
  • Tonsil lingualis, epietel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

4. Vili (Lamina propria)

Sebagian besar merupakan jaringan limfa kalius sentralis, di dalam vilus berhubungan dengan pembuluh limfa dalam jaringan submukosa membran serosa yang paling lebar yaitu peritoneum.

Membran serosa bertalian erat dengan sistem saluran limfa, membran ini dilapisi oleh epitelium bersisik atau endotelium dan di dalamnya terdapat banyak lubang-lubang halus untuk menghindarkan berkumpulnya di dalam ruang serosa.

Tinggalkan komentar