Farmakologi (Dasar-dasar dan Prinsip Umum)

Farmakologi – Pembahasan kali ini akan memberikan uraian prinsip umum dan dasar ilmu farmakologi. Tulisan ini merupakan dasar-dasar dari post sebelumnya mengenai farmakokinetik, farmakodinamik, dan penggolongan obat berdasarkan khasiat dan penggunaan. Di sini diberikan daftar istilah-istilah dengan pengertiannya agar memudahkan dalam memahami sub bab selanjutnya.

Setiap akademisi Farmasi perlu tahu istilah-istilah dalam farmakologi serta semua perihal obat. Dalam penggunaan obat apa yang perlu diperhatikan sebelum obat digunakan agar diperoleh efek terapi yang baik.

Uraian mengenai prinsip umum farmakologi sengaja dibuat singkat, agar mudah dimengerti, difahami, dan juga diingat.

1. Ilmu yang Mempelajari Masalah Penggunaan Obat

  • Ilmu Farmakologi, adalah ilmu yang mempelajari cara dalam mana fungsi sistem hidup dipengaruhi obat.

Salah satu dasar prinsip farmakologi adalah molekul obat harus berusaha mempengaruhi secara kimia pada satu atau lebih isi sel agar dapat menghasilkan respon farmakologik.

Dengan kata lain molekul obat harus mendekati molekul molekul yang membentuk sel dalam jumlah yang cukup untuk menutup rapat sehingga fungsi molekul sel menjadi berubah.

  • Ilmu Farmakokinetik, adalah ilmu yang mempelajari tentang absorpsi, distribusi, metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi obat (ADME). Secara singkat artinya pengaruh tubuh terhadap obat.
  • Ilmu Farmakodinamik, adalah ilmu yang mempelajari cam kerja obat, efek obat terhadap fungsi berbagai organ dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan struktur organ. Secara singkat artinya pengaruh obat terhadap sel hidup.
  • Ilmu Frmakoterapi, adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk menyembuhkan penyakit.
  • llmu Khemoterapi, adalah ilmu yang mempelajari pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen termasuk pengobatan neoplasma.
  • llmu Toksikologi, adalah ilmu yang mempelajari keracunan oleh berbagai bahan kimia terutama obat.

2. Aksi Obat

Umumnya obat bekerja menimbulkan stimulasi atau depresi aktivitas dan tidak menimbulkan suatu fungsi baru dari sel’. Sebagai contoh sel-sel beta dari pulau Langerhans yang mengeluarkan Insulin, sel tersebut tidak dapat distimulasi oleh obat agar mengeluarkan zat lain misalnya Adrenalin.

Cara obat menimbulkan efek adalah sebagai berikut:

  1. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik dari sel.
  2. Mempengaruhi atau menghambat aktivitas seluler dari sel sel asing terhadap tuan rumah (host), yaitu bukan sel dari organ tubuh, tetapi sel bakteri dan mikroba lain termasuk sel kanker.
  3. Merupakan terapi pengganti, sebagai contoh pemberian hormon untuk mencapai dosis fisiologik agar diperoleh suatu efek. Atau pemberian Kalium Klorida sebagai pengganti Kalium ion yang hilang melalui diuresis.
  4. Menimbulkan aksi nonspesifik seperti reaksi kulit terhadap obat yang menimbulkan iritasi.

Menggambarkan aksi obat dapat dinyatakan dengan mekanisme proksimat (terdekat) pada tingkat fisiologik atau mekanisme ultimat (terakhir) pada tingkat kimia hayat.

  • Menggambarkan aksi proksimat suatu obat sesungguhnya juga menggambarkan efek obat, Mekanisme proksimat dapat menjawab di mana obat itu beraksi dan apakah obat itu mengadakan stimulasi atau depresi. Penggolongan obat dalam kategori farmakologik dapat digunakan untuk menggambarkan mekanisme proksimat, sebab kategori tersebut dapat menjelaskan di mana terjadi aksi obat dan apakah terjadi stimulasi atau depresi.
  • Menggambarkan mekanisme ultimat dari obat dapat dinyatakan adanya aksi antara molekul obat dan molekul dari sel dan dibedakan antara apakah obat itu bereaksi spesifik atau non spesifik.

Obat yang mempunyai aksi spesifik tergantung pada reaksi yang terjadi antara obat yang merupakan suatu reaktan dengan komponen molekul sel yang merupakan reaktan yang lain.

Kebanyakan obat mempunyai aksi spesifik. Komponen molekul sel yang terlibat langsung di dalam aksi obat disebut reseptor.

  • Obat yang dapat bergabung dengan reseptor dan dapat dimulai menimbulkan aksi obatnya disebut agonis. Agonis adalah obat yang mempunyai afinitas kimia terhadap suatu reseptor dan membentuk kompleks dan sebagai hasilnya kompleks tersebut akan mengubah fungsi sel atau menimbulkan efek.

agonis + reseptor —> kompleks yang menghasilkan perubahan fungsi.

  • Obat yang bergabung dengan reseptor, tetapi gagal untuk memulai aksi obat di dalam kejadian ini dikatakan obat memblokir letak reseptor. Obat yang memblokir letak reseptor terhadap agonis endogen dari alam dapat bekerja sebagai antagonis.

Letak reseptor meliputi kelompok kimia di dalam sel yang berpartisipasi dalam kombinasi reseptor obat dan bagian yang berbatasan dengan sel yang membiarkan jalan masuknya obat ke kelompok yang aktif ini.

Antagonis obat dapat disebabkan oleh bermacam macam mekanisme tetapi dapat digolongkan menurut antagonis bergabung dengan reseptor yang sama seperti pada agonis dan antagonis bergabung dengan reseptor yang sama disebut antagonisme farmakologik dan bila reseptomya berlainan, disebut antagonisme fisiologik atau fungsional.

Obat yang mempunyai aksi nonspesifik akan mengubah lingkungan fisika kimia dari struktur badan. Misalkan anestesi umum, menurut teori dinyatakan dapat mengubah struktur dari air di dalam otak yang selanjutnya menaikkan resistensi terhadap listrik. Contoh lain yang bekerja dengan aksi nonspesifik ialah diuretik osmotik.

Baca juga:  Farmakodinamik: Mekanisme Kerja Obat Menghasilkan Efek Biologis

Untuk memahami mekanisme aksi obat perlu memperhatikan proses kekuatan interaktif yang mengikat obat pada reseptomya. Tipe ikatan interaktif obat reseptor dapat berupa:

  1. Ikatan kovalen: sangat kuat, hanya enzim khusus yang dapat memecah ikatan dan ikatannya seakan akan tidak dapat dipecah. Hal ini merugikan untuk zat farmakodinamik di mana diperlukan efek timbul hilang (on off).
  2. Tarikan ionik. Beberapa asam amino seperti Arginin dan Lisin pada pH fisiologi adalah berproton maka protein yang mengandung asam amino tersebut akan bermuatan pada pusat yang positip dapat mengikat pusat tersebut secara interaksi ionik atau elektrostatik. Ikatannya kuat tetapi segera menjadi ikatan reversibel, hal tersebut merupakan ikatan yang ideal, karena dapat mengikat reseptor lalu memulai respon biologik dan selanjutnya terdisosiasi.
  3. Interaksi ion-dipole dan dipole-dipole.
  4. Ikatan hidrogen. Interaksi ini harus dipatahkan sebelum interaksi obat – reseptor terjadi.
  5. Ikatan hidrofobik. Ikatan ini sangat penting dalam ikatan antara molekul kecil makromolekul biologik.
  6. Ikatan Van der Waals.

Indikasi suatu obat (penggunaan terapi).

Dalam menyatakan indikasi suatu obat perlu dinyatakan kondisi patologik spesifik di mana obat itu digunakan. Sebagai contoh aksi proksimat Alucol adalah mengurangi keasaman lambung karena Alucol adalah suatu antasid, jadi indikasi untuk Alucol adalah mengobati hiperasiditas lambung atau sebagai tambahan untuk mengobati borok lambung. ,

Contoh lain ialah Digitalis, adalah suatu obat yang mempunyai aksi banyak pada jantung, aksinya antara lain adalah menaikkan kekuatan kontraksi jantung, memperlambat konduksi A-V, menaikkan periode refrakter simpul A-V dan mengurangi simpul S A. Maka itu Digitalis digunakan dalam pengobatan payah jantung (congestive heart failure), jibrilasi atrium, atrialfhmer, dan paroxylmzl atrial tachycardia.

Kontra indikasi yaitu keadaan yang berlawanan terhadap penggunaan terapi obat. Misalnya pada penggunaan Kemicetine (ada pasien sangat peka terhadap Kemicetin), dan pada pasien dengan gangguan faal hati yang berat.

3. Selektivitas dan Keamanan Obat

Substansi aktif biologik yang mempengaruhi sangat kuat terhadap sel tertentu tanpa menimbulkan perubahan pada sel lainnya meskipun kedua sel adalah bertetangga langsung disebut molekul selektif. Substansi aktif biologik yang digunakan untuk mengobati penyakit disebut obat.

Ada tiga prinsip kontrol selektivitas:

  1. Selektivitas berdasarkan distribusi adalah agen beracun baik terhadap sel ekonomis maupun sel tak ekonomis dan agen tadi hanya berkumpul pada sel yang tak ekonomis. Contoh: Fenotiazin suatu obat cacing hanya berkumpul pada cacing di usus tidak pada sel lapisan usus domba, tapi bila diinjeksikan, Fenotiazin meracuni kedua macam sel.
  2. Selektivitas berdasarkan perbandingan bio-kimia adalah dalam proses sintesa. Sebagai contoh: Selektivitas yang tinggi dari sulfo namida sebagai antibakteri tergantung pada kenyataan bahwa bakteri patogen tidak dapat menyerap Asam folat atau derivatnya tetapi mensintesa mereka dari Asam paraaminobenzoat dan merupakan suatu proses yang dirintangi oleh sulfonamida.
  3. Selektivitas berdasarkan perbandingan sitologi, hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam struktur sel. Bila setiap tipe organel, misalkan nukleus diperiksa secara mendalam terlihat adanya perbedaan tidak hanya dalam bentuk hidup ke bentuk hidup lain, bahkan antara jaringan dari suatu bentuk hidup.

Perbedaan fisis yang menonjol dalam organ internal mithokondria manusia dari ginjal, hati dan otak menunjukkan adanya kesempatan untuk terapi selektif. Kesempatan lain terdapat adanya derajat perbedaan, sebagai contoh kebanyakan sel kanker kelihatan normal, tetapi merupakan sel sangat khusus yang kehilangan beberapa atau banyak perbedaan, sebagai hasilnya kebanyakan dari mereka akan mensintesa DNA dan mengalami mitosis sangat cepat dibanding sel sel sekelilingnya yang normal.

Pengobatan dengan hormon akan mengendalikan mitosis yang liar, tetapi hormon ini tidak merusak sel sel jahat. Sebagai contoh penggunaan estrogen dalam pengobatan kanker setelah menopause pada dada dan hilangnya selektivitas menimbulkan keadaan resistensi terhadap obat.

Timbulnya resistensi terhadap obat dapat disebutkan dengan lima cara:

  1. Resistensi terjadi karena perkecualian dari agen.
    Sebagai contoh terjadi penghapusan mekanisme akumulasi Tetrasiklin menyebabkan bakteri Stafilokokus aureus menjadi resisten terhadap Tetrasiklin.
  2. Resistensi terjadi karena organisma membawa enzim perusak.
    Sebagai contoh adanya enzim penisilinase yang menghidrolisa Penisilin menjadi Asam penisiloik yang tidak mampu membunuh rantai Staphylococcus aureus.
  3. Resistensi terjadi karena organisme mengambil enzim yang memodifikasi obat. Banyak senyawa purin dan pirimidin analog tidak dapat bereaksi terhadap kanker sebelum enzim intraseluler memetabolisasi mereka menjadi Ribonukleotida.
  4. Resistensi dalam bentuk sekresi suatu substansi oleh organisma dalam jumlah berlebihan dan merupakan metabolit yang antagonis bagi suatu obat. Contoh bakteri Pneumokokkus menjadi resisten terhadap sulfonamida karena terbentuk sejumlah zat tambahan seperti Asam paraaminobenzoat.
  5. Resistensi terjadi karena perubahan materi genetik di antara bakteri. Bakteri gram negatif dalam usus banyak yang dapat menularkan DNA ke bakteri lain, hingga memindahkan resistensi terhadap obat. Bakteri tersebut ialah bakteri penyebab penyakit disentri, kolera, tifoid dan plaque. Obat tersebut ialah Tetrasiklin, Khloramfenikol yang diubah menjadi substansi yang inert.
Baca juga:  Antibodi Monoklonal Sebagai Obat Kanker

Dikenal beberapa jenis resistensi terhadap bakteri yaitu:

  • Resistensi primer atau bawaan, yaitu resistensi alamiah terdapat pada kuman, misalkan Stafilokoki mengandung penisilinase yang dapat menguraikan Penisilin dan Sefalonidin.
  • Resistensi sekunder atau yang diperoleh, yaitu resistensi akibat adanya kontak antara kuman dan khemoterapetika terbentuk secara spontan jenis bakteri dengan ciri-ciri yang berlainan. Mutan-mutan ini memperbanyak diri dan menjadi suku yang baru yang resisten. Adakalanya terbentuk mutan yang cepat seperti pada kontak dengan Streptomisin, INH dan Rifampisin. Adakalanya resistensi terjadi lambat, yaitu terjadi resistensi banyak tingkat seperti Penisillin, Eritromisin dan Tetrasiklin.
  • Resistensi episomal. Resistensi ini membawa faktor genetika dari luar khromosom (rangkaian pendukung sifat genetika). Episoma atau plasmid, terdiri dari D.N.A. dan dapat ditularkan pada bakteri lain dengan penggabungan atau kontak amar sel. Penularan faktor R resistensi terjadi terutama di usus dengan penularan gen gen dan tidak antar jenis bakteri tetapi antar bermacam macam bakteri seperti E. coli dengan Salmonella, Klebsiella, vibro dan lainnya. Masuknya faktor R menambah daya memperbanyak diri bakteri yang besar. Mutasi berikut dari mutan bakteri yang resisten dapat menggunakan khemoterapetika sebagai zat tumbuh sebagai contoh Penisilin, Streptomisin, INH dan Khloramfenikol. Hal ini disebut ketergantungan bakteri terhadap antibiotika tertentu.
  • Resistensi silang yaitu bakteri resisten terhadap suatu antibiotik dengan semua derivamya, sebagai contoh:
    a. Penisilin dengan Ampisilin, Amoksilin.
    b. Rifampisin dengan Rifamisin.
    c. berbagai jenis sulfonamida.

Untuk menghindari terjadinya resistensi digunakan dosis anti biotik yang relatif tinggi dibanding dengan dosis efektif minimal dalam waktu pendek.

Keamanan suatu obat secara pendekatan dinyatakan dengan:

1. Indeks Terapi Obat (IT)

IT = DL50/DE50

  • IT = indeks terapi
  • DL50 = median dosisi letal. suatu dosis yang memberikan efek letal pada 50% hewan percobaan.
  • DE50 = median dosis yang memberi efek khusus farmakologi bagi 50% hewan percobaan.

2. Margin Dosis Keamanan (MDK)

MDK = dosis yang menimbulkan efek sampin/dosisi yang memberi terapi efektif

4 Macam-macam Efek Obat

Faktor formulasi dan cara penggunaan obat akan menentukan kecepatan dan banyaknya obat dapat diabsorpsi dan efek yang diperoleh yaitu:

  1. efek sistemik, ialah obat beredar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
  2. efek lokal, ialah efek hanya setempat di mana obat digunakan.

Cara-cara penggunaan obat yang memberi efek sistemik ialah:

  • Oral, yaitu penggunaan obat melalui mulut dan masuk perut.
  • Sublingual, yaitu tablet diletakkan di bawah lidah.
  • Bukal, yaitu tablet diletakkan di antara gusi dan pipi.
  • Injeksi atau parenteral.
  • Implantasi subkutan, yaitu tablet (pellet) kecil steril dimasukkan di bawah dengan alat trokar.
  • Rektal, yaitu tablet khusus atau supositoria dimasukkan ke dalam dubur.

Cara penggunaan obat yang memberi efek lokal, ialah:

  • lnhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke dalam mulut atau hidung dengan suatu alat seperti inhaler, vaporizer, nebulizer atau aerosol.
  • Penggunaan obat pada mukosa seperti mata, telinga, hidung, vagina. dan sebagainya dengan obat tetes, busa, dan sebagainya.
  • Penggunaan pada kulit dengan salep, krim, losion dan sebagainya.

Efek obat:

Umumnya obat mempunyai efek atau aksi lebih dan’ satu, maka itu efek dapat berupa:

  • Efek terapi, ialah efek atau aksi yang merupakan satu satunya pada letak primer. Ada tiga macam pengobatan terapi, yaitu:
    • terapi kausal, ialah obat yang meniadakan penyebab penyakit.
    • terapi simtomatik, ialah obat yang menghilangkan atau meringankan gejala penyakit.
    • terapi substitusi, ialah obat yang menggantikan zat yang lazim dibuat oleh orang yang sakit.
  • Efek samping, ialah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan efek terapi dan tidak ikut pada kegunaan terapi.
  • Efek teratogen, ialah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu mengakibatkan cacat pada janin, misalnya fokomelia (kaki dan tangan bayi seperti kepunyaan anjing laut).
  • Efek toksis, ialah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dibanding efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Tergantung besarnya dosis obat dapat diperoleh efek terapi atau efek toksis.
  • Idiosinkrasi, ialah efek suatu obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.
  • Folosensimsi, ialah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat penggunaan obat. Contoh ialah akibat penggunaan Bithionol sebagai antiseptiku lokal.

5. Efek Pengulangan Atau Penggunaan Obat yang Lama

  • Reaksi hipersensitif, adalah suatu reaksi alergik merupakan respon abnormal terhadap obat atau zat di mana pasien sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut hingga berkembang timbulnya antibodi.
  • Kumulasi, adalah suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai akibat pengulangan penggunaan obat, di mana obat diekskresikan lebih lambat dibanding kecepatan absorpsinya.
  • Toleransi, adalah suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama. Untuk memperoleh respon yang sama perlu dosisnya diperbesar.
    Ada tiga macam toleransi:
    1. Toleransi primer, ialah toleransi bawaan yang terdapat pada sebagian orang dan binatang.
    2. Toleransi sekunder, ialah toleransi yang diperoleh akibat penggunaan obat yang sering diulangi.
    3. Toleransi silang. ialah toleransi yang terjadi akibat penggunaan obat-obat yang mempunyai struktur kimia yang serupa, dapat pula terjadi antara zat zat yang berlainan, misalnya alkohol dan barbital.
  • Takhifilaksis, adalah suatu fenomena berkurangnya kecepatan respon terhadap aksi obat pada pengulangan penggunaan obat dalam dosis yang sama. Respon mula-mula tidak terulang meskipun dengan dosis yang lebih besar.
  • Habituasi, adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat (psychological dependence). Menurut WHO:
    1. selalu ingin menggunakan obat.
    2. tanpa atau sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis.
    3. timbul beberapa ketergantungan psikis.
    4. memberi efek yang merugikan pada suatu individu.
Baca juga:  Farmakokinetik (ADME - Teori Lengkap)

Habituasi terjadi melalui beberapa cara, yaitu:

    1. Induksi enzim, yaitu obat menstimulasi suatu enzim untuk menguraikan obat tersebut.
    2. Reseptor-reseptor sekunder, yang dibentuk khusus oleh obat tertentu misalkan Morfm.
    3. Penghambatan resorpsi pada penggunaan obat per oral.
  • Adiksi, adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan lisis terhadap obat. Menurut WHO:
    1. ada dorongan untuk selalu menggunakan suatu obat.
    2. ada kecenderungan untuk menaikkan dosis.
    3. timbul ketergantungan psikis dan biasanya diikuti ketergantungan fisik.
    4. merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
  • Resistensi terhadap bakteri.

Pada penggunaan antibiotik untuk penyakit infeksi dapat terjadi obat tidak mampu bekerja lagi untuk membunuh, menghambat perkembangan bakteri tertentu.

6. Efek Penggunaan Obat Campuran

  • Adisi, adalah campuran obat atau obat yang diberikan bersama sama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah pada pasien.
  • Sinergis, adalah campuran obat atau obat yang diberikan bersama sama dengan aksi proksimat yang sama, menimbulkan efek, yang lebih besar dari jumlah efek masing-masing obat secara terpisah pada pasien.
  • Potensiasi, adalah campuran obat atau obat yang diberikan bersama sama dengan aksi aksi yang tidak sama diberikan pada pasien, menimbulkan efek lebih besar daripada jumlah efek masing masing secara terpisah pada pasien.
  • Antagonis, adalah campuran obat atau obat yang diberikan bersama sama pada pasien yang menimbulkan efek yang berlawanan aksi dari salah satu obat, mengurangi efek dari obat yang lain.
  • Interaksi obat, adalah fenomena yang terjadi bila efek suatu obat dimodifikasi oleh obat lain yang tidak sama atau sama efeknya, dan diberikan sebelum atau bersama sama.

Interaksi obat dapat berlangsung dengan beberapa cara antara lain:

  1. Interaksi kimia, contoh: Fenitoin diikat oleh Kalsium, Tetrasiklin oleh logam valensi dua.
  2. Kompetisi untuk protein plasma, contoh: Salisilat, Fenilbutazon dan Indometazin mendesak ikatan obat lain pada protein, hingga memperkuat khasiat obat tersebut.
  3. Induksi enzim. Obat menstimulasi pembentukan enzim hati, lalu menimbulkan obat tersebut cepat dieliminasi dan juga mempercepat perombakan obat lain. Contoh: Hipnotika memperlancar biotransformasi amikoagulansia dan antidepresif trisiklis hingga memperlemah efek obat tersebut.
  4. Inhibisi enzim. Obat mengganggu fungsi hepar dan enzim-enzimnya. Contoh: alkohol dapat memperkuat obat lain.

7. Faktor yang Memodifikasi Aksi Obat

  • Berat Badan

Dosis orang yang kurang beratnya adalah lebih kecil atau ditentukan dalam mg/kg berat badan.

  • Umur

Ada beberapa hal yang mempengaruhi ADME pada bayi yang baru lahir.

  1. Beberapa sistem enzim pada bayi belum berkembang sempurna, sistem metabolisme obat dalam saluran pencernaan, fungsi hati dan ginjal baru berkembang setelah satu bulan, akibatnya:
    – absorpsi obat berjalan lambat.
    – timbul retensi obat di dalam badan.
  2. Fungsi ginjal belum sepenuhnya berkembang.
  3. Prosentase air badan total dari berat badan total lebih besar dibandingkan pada anak yang lebih tua. Oleh karena itu volume distribusi obat pada bayi lebih besar dari pada anak yang lebih tua. Pada pasien geriatri perlu diperhatikan tentang umur biologik pasien dan perubahan aksi obat karena hal tersebut disebabkan oleh:
    – Kecepatan filtrasi glomeruli dan sekresi tubuh akan berkurang pada orang tua dan juga kecepatan metabolisme obat.
    – Kemampuan mengakomodasi untuk penstabilan homeostatis menurun.
  • Jenis kelamin

Wanita lebih peka terhadap efek katartik tertentu daripada pria. Respon terhadap Tolbutamide oleh wanita lebih baik daripada pria.

  • Kondisi patologik pasien
  1. Penderita hipokalemia lebih peka terhadap digitalis dibanding pasien yang keadaan darah kaliumnya normal.
  2. Penderita hipertiroid memerlukan dosis Luminal yang lebih tinggi untuk memperoleh efek peredaran dan’pada orang normal.
  3. Penderita lebih peka terhadap obat.
  • Idiasinkrasi

Merupakan respon abnormal yang sukar dijelaskan.

Tinggalkan komentar