Penyimpanan Obat yang Baik dan Benar Berdasarkan Jenis, Bentuk, dan Stabilitas

Penyimpanan obat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan kefarmasian, baik farmasi rumah sakit maupun farmasi komunitas. Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta dapat menjaga mutu obat. Sistem penyimpanan yang tepat dan baik akan menjadi salah satu faktor penentu mutu obat yang didistribusikan.

Terdapat beberapa tujuan dilakukannya kegiatan penyimpanan obat, antara lain adalah memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan stok obat, serta memudahkan untuk pencarian dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka harus ada sistem penyimpanan yang baik dan sesuai standar.

Sistem penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan beberapa kategori, seperti berdasarkan jenis dan bentuk sediaan, suhu penyimpanan dan stabilitas, sifat bahan, susunan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) untuk mencegah tersimpannya obat yang sudah kadaluarsa.

Penyimpanan berdasarkan jenis sediaan adalah pengelompokan obat sesuai jenisnya dan menempatkannya pada area terpisah. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan, misalnya dikelompokkan menjadi obat oral (tablet/kapsul, sirup), obat suntik (ampul, vial, cairan infus), obat luar (salep, gel, tetes mata, obat kumur). Penyimpanan obat di tiap kategori dapat disusun berdasarkan efek farmakologinya.

Penyusunan berdasarkan abjad akan lebih memudahkan pencarian obat, sedangkan penyusunan berdasarkan efek farmakologis dapat dipisahkan dengan memberikan warna wadah penyimpanan atau ditempel stiker berwarna yang berbeda untuk tiap kelompok efek farmakologinya.

Kelemahan penyusunan berdasarkan efek farmakologi adalah akan menyulitkan pencarian obat dengan cepat, terutama jika petugasnya baru dan belum mengenal dengan baik klasifikasi obat berdasarkan efek farmakologi.
Sebagai solusinya, maka penyusunan berdasarkan abjad dapat dipilih, namun perlu diperhatikan penyimpanan untuk obat yang nama dan rupanya mirip atau dikenal dengan istilah LASA (Look Alike Sound Alike).

Baca juga:  Obat Esensial, Obat Generik, dan Penggolongan Obat

Berikut menunjukkan contoh obat (gambar 1) dengan nama yang sama namun mempunyai kekuatan yang berbeda:

LASA, obat yang memiliki nama dan rupa mirip, tetapi memiliki kekuatan yang berbeda.
Gambar 1. LASA, obat yang memiliki nama dan rupa mirip, tetapi memiliki kekuatan yang berbeda.

Untuk obat LASA seperti gambar 1 di atas, perlu diberikan penandaan khusus (misalnya dengan stiker berlogo “LASA” pada wadah obat, dan penyimpanan obat LASA tidak diletakkan berdampingan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan salah ambil akibat kemiripan tampilan obat.

Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (Hight Alert Medication), (gambar 2) harus disimpan di tempat terpisah , akses terbatas dan diberi tanda khusus (misalnya: area penyimpanan ditandai dengan selotib berwarna merah dan diberi stiker “Hight Alert”.

Tempat penyimpanan obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi
Gambar 2. Tempat penyimpanan obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi

Obat antikanker (sitostatika) harus disimpan terpisah dari obat lain dan diberi stiker khusus “Obat Kanker, tangani dengan hati-hati”.

Selain berdasarkan jenis dan bentuk sediaan, penyimpanan obat juga perlu memperhatikan suhu penyimpanan untuk menjaga stabilitas obat. Suhu penyimpanan obat dibagi menjadi 4 kelompok, yakni:

  1. Penyimpanan suhu beku (-20° dan -10° C) yang umumnya digunakan untuk menyimpan vaksin
  2. Penyimpanan suhu dingin (2° – 8° C)
  3. Penyimpanan suhu sejuk (8° – 15° C), dan
  4. Penyimpanan suhu kamar (15° – 30° C)

Pengelompokan berdasarkan kestabilan suhu ruang ini harus disesuaikan dengan instruksi penyimpanan yang tertera di kemasan obat.

Untuk obat yang stabilitasnya dipengaruhi oleh cahaya, maka harus disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Obat yang bersifat higroskopis harus disimpan dengan menggunakan absorben/disikator.

Contoh penyimpanan obat sitostatika
Gambar 3. Contoh penyimpanan obat sitostatika

Penyimpanan berdasarkan sifat bahan misalnya dilakukan pada bahan berbahaya dan beracun (B3). B3 harus disimpan di area terpisah dan diberi simbol sesuai klasifikasinya.

Terdapat beberapa klasifikasi B3, di antaranya adalah mudah meledak, bersifat pengoksidasi, mudah terbakar, beracun, bersifat iritasi, bersifat korosif, merusak lingkungan, dan lain-lain. Area penyimpanan B3 pun harus difasilitasi dengan alat pengaman yang dapat meminimalisasi kerusakan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Baca juga:  Masih Anggap Remeh Profesi Apoteker? 18 Buku Saku Asuhan Kefarmasian Penyakit Umum Ini Sudah Pasti Mereka Kuasai

Obat narkotika adalah obat yang memerlukan penyimpanan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan obat narkotika. Berdasarkan Permenkes RI no. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang cara penyimpanan narkotika, yaitu pada pasal 6 dan 6, disebutkan bahwa persyaratan penyimpanan narkotika adalah sebagai berikut:

  1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
  2. Harus mempunyai kunci yang kuat
  3. Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
  4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai
  5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika
  6. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab/asisten apoteker atau pegawai lain yang dikuasakan
  7. Lemari khusus harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum.
Penyusunan obat berdasarkan teknik first expire first out (FEFO)
Gambar 4. Penyusunan obat berdasarkan teknik first expire first out (FEFO)

Untuk dapat memenuhi sistem penyimpanan obat sesuai standar yang sudah disebutkan di atas, diperlukan dukungan fasilitas yang memadai dan tata ruang yang baik dalam menciptakan ruangan penyimpanan obat.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang ruang penyimpanan obat di antaranya adalah kemudahan bergerak dan keselamatan bagi petugas, sirkulasi udara yang baik, penggunaan rak dan pallet, adanya ruang penyimpanan khusus untuk obat yang perlu disimpan dalam kondisi khusus (vaksin, narkotika, B3) dan tersedianya fasilitas pencegahan kebakaran dan sistem keamanan.

Sistem “access control” dapat digunakan untuk memastikan bahwa hanya petugas yang diberi hak yang dapat masuk ke ruang penyimpanan untuk menghindari terjadinya kehilangan atau pencurian oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Baca juga:  Cara Mengobati Batuk Berdahak Secara Alami dan Modern
Penyusunan obat berdasarkan teknik first expire first out
Gambar 5. Penyusunan obat berdasarkan teknik FEFO (first expire first out)

Penerapan teknik FEFO dalam penyimpanan dan penanganan untuk penyerahan dilakukan dengan cara:

  • Obat disusun sesuai dengan urutan batas tanggal kadaluarsa. Obat dengan batas kadaluarsa (Expiration Date) yang lebih dekat ditemptkan pada bagian depan tempat penyimpanan, sedangkan obat dengan batas kadaluarsa sesudahnya ditempatkan di belakangnya.
  • Penambahan obat yang baru masuk, ditempatkan pada atau dimasukkan melalui bagian belakang tempat/rak/penyimpanan. Kecuali jika terpaksa menerima obat dengan batas kadaluarsa lebih dekat, maka ditempatkan pada bagian depan.
  • Obat yang akan dipakai terlebih dahulu, adalah obat yang berada pada bagian depan atau pada sisi pengambilan.
  • Kartu stok dibuat untuk setiap nomor bets obat.

Nah, seperti itulah penyimpanan obat yang baik dan benar yang wajib diketahui oleh farmasis. Sudah tau kan sekarang kalau penyimpanan obat itu tidak sembarangan?

Tinggalkan komentar