Metode Perencanaan Kebutuhan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

Perencanaan kebutuhan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasioanal (DOEN) yang ditetapkan oleh pemerintah bekerjasama dengan organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.

DOEN merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan (Athijah U, 2010).

Metode Perencanaan Kebutuhan Perbekalan Farmasi

Dalam merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi di rumah sakit dapat menggunakan beberapa metode, di antaranya yaitu:

1. Kombinasi metode ABC dan metode VEN (Modeong N, dkk, 2013)

Analisis kombinasi ABC dan metode VEN merupakan pengelompokan jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain statusnya harus esensial dan sebagian vital dari VEN, jenis obat dengan kategori Non-esensial masuk ke dalam kategori C.

Analisis kombinasi ABC dan VEN digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat agar sesuai dengan anggaran yang tersedia dan kebutuhan terapi rumah sakit, dimana anggaran yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.

Keuntungan penggunaan analisis ABC dapat teridentifikasi jenis-jenis obat yang membutuhkan biaya terbanyak, sedangkan analisis VEN dapat menggolongkan obat sesuai dengan kebutuhan terapi, kriteria VEN yang ada merujuk pada formularium rumah sakit.

Metode kombinasi ABC dan VEN dapat membantu dalam hal pengadaan obat dengan melihat nilai pemakaian obat yang menggunakan anggaran untuk pembelian obat selama 1 (satu) tahun (aspek ekonomi) dan aspek medis sesuai kebutuhan rumah sakit (Modeong, 2013).

2. Analisis ABC

Analisis ABC adalah analisis yang mengidentifikasi jenis-jenis obat yang membutuhkan biaya atau anggaran terbanyak karena pemakaian atau harganya yang mahal dengan cara pengelompokan.

Kelompok tersebut dibagi menjadi:

a. Kelompok A

Kelompok A merupakan obat yang menyerap anggaran 70% dengan jumlah obat tidak lebih dari 20%. Obat yang termasuk ke dalam kelompok kelas A adalah kelompok obat yang sangat kritis sehingga perlu dikontrol secara ketat, dan dilakukan monitoring secara terus menerus.

Sebagai contoh pasien yang memerlukan obat dengan anggara terbesar ini yaitu pasien jamkesmas, jalur pelayanan pasien jamkesmas ini memakan anggaran yang besar untuk pengadaan obatnya karena jumlah pasien dengan kartu jamkesmas ini banyak.

Kelompok A pemesanan dapat dilakukan dalam jumlah sedikit tetapi frekuensi pemesanan lebih sering dan karena nilai investasinya yang cukup besar berpotensi memberikan keuntungan yang besar pula untuk rumah sakit, maka kelompok ini memerlukan pengawasan dan monitoring obat dengan ketat, pencatatan yang akurat dan lengkap, serta pemantauan tetap oleh pengambil keputusan yang berpengaruh, misalnya oleh kepala instalasi farmasi dan kepala bagian logistik secara langsung (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006).

b. Kelompok B

Kelompok B menyerap anggaran 20% dengan jumlah obat sekitar 10-80%. Obat yang termasuk ke dalam kelompok B, pengendalian persediaan obat tidak terlalu ketat seperti kelompok A, namun laporan penggunaannya dan sisa obatnya harus tetap dilaporkan, sehingga pengendalian persediaan selalu dapat dikontrol.

Kekosongan kelompok obat B dapat ditolerir, dengan pemesanan lebih jarang misalnya setiap dua minggu, tetapi jumlah pemesanan boleh relatif lebih banyak. Pengawasan dan monitoring terhadap kelompok ini tidak terlalu ketat dibandingkan kelompok A, misalnya dilakukan setiap tiga atau enam bulan sekali (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006).

c. Kelompok C

Kelompok C menyerap anggaran 10% dengan jumlah obat sekitar 10-15%. Kelas C, lebih banyak item obatnya namun tidak berdampak pada aktivitas gudang dan keuangan, karena harganya yang murah dan pemakaiannya sedikit.

Baca juga:  Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Apotek Rawat Jalan, dan Pelayanan Kefarmasian

Kekosongan obat untuk kelompok ini dapat lebih dari 24 jam, dengan frekuensi pemesanan dapat dilakukan lebih jarang, disesuaikan dengan kebutuhan dan dana yang tersedia misalnya sebulan satu kali. Pengawasan dan monitoring terhadap kelompok ini dapat lebih longgar, misalnya dilakukan enam bulan atau satu tahun sekali (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006).

Kelompok A dan B menyerap biaya investasi sebesar 90 % dari total investasi keseluruhan, sehingga memerlukan perhatian khusus pada pengendalian persediaan agar dapat terkontrol.

Stok untuk kedua kelompok ini hendaknya ditekan serendah mungkin, tetapi frekuensi pembelian dilakukan yaitu setiap minggu. Hanya yang perlu diperhatikan kerjasama yang baik dengan pihak suplier agar pemesanan dapat dipenuhi tepat waktu, sehingga tidak terjadi kekosongan persediaan (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006).

Data yang digunakan untuk membuat analisis ABC adalah data pemakaian obat selama periode Januari sampai dengan Desember.

Perencanaan dengan menggunakan analisis ABC, dapat diketahui jalur pelayanan obat yaitu: Reguler, jamkesmas, dan askes, kelemahan analisis ABC salah satunya yaitu bisa menyebabkan kekosongan obat.

Adanya kekosongan obat ini seringkali disebabkan karena keterlambatan dari pihak PBF dalam pengiriman obat atau stok yang kosong pada saat pemesanan, sehingga menyebabkan pasien dengan kartu jaminan kesehatan jamkesmas yang jumlahnya banyak sering kali mengeluh karena mereka harus menebus obat yang kosong di apotek luar rumah sakit, sedangkan dengan kartu jamkesmas mereka berharap semua obatnya gratis (Dunda, 2012)

3. Metode VEN

Metode perencanaan berdasarkan obat obat yang digunakan untuk kondisi pasien yang kritis dan memerlukan reaksi obat yang cepat dan obat yang digunakan untuk pasien yang dalam masa perawatan atau penyembuhan penyakit.

Kriteria VEN berdasarkan aspek terapi yang dibutuhkan yaitu:

a. Kelompok obat vital (V)

Kelompok obat vital (V) adalah obat yang harus ada dan diperlukan untuk penyelamatan kehidupan. Obat dengan kriteria Vital (V) yaitu harus tersedia, jumlahnya sedikit namun harus tersedia, namun persediaannya tidak boleh terlalu banyak karena dikhawatirkan tidak terpakai, tetapi harus tetap terkontrol dan tersedia agar pada saat dibutuhkan oleh pasien dalam kondisi kritis obat tersedia.

Kelompok Obat Vital merupakan kelompok obat yang sangat esensial atau vital untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab penyakit kematian ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Tidak boleh terjadi kekosongan pada kelompok obat ini di rumah sakit (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006)

b. Kelompok obat Esensial (E)

Kelompok Obat esensial merupakan kelompok obat yang terbukti menyembuhkan penyakit. Kriteria obat kelompok E stoknya harus tersedia dalam jumlah yang banyak karena digunakan untuk kondisi pasien dalam penyembuhan dan perawatan serta digunakan oleh semua pasien yang ada di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap.

Contoh obat esensial yaitu antipyretik, antidiabetes, antihipertensi, analgetik.

Namun adakalanya masyarakat menggunakan tanaman atau tumbuhan liar, back to nature ke alam untuk mencegah atau mengobati penyakitnya, salah satu contoh tanaman yang dapat berkhasiat sebagai analgetik yaitu pelepah pisang uli, berdasarkan penelitian pelapah pisang uli mampu mengurangi rasa sakit atau sebagai analgetik dengan persentase daya analgetik sebesar 85, 33% (Rikomah ES, Elmitra, 2016).

Kelompok obat esensial adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, logistik farmasis yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir kurang dari 48 jam (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006).

Baca juga:  15 Tujuan dan Ruang Lingkup Farmasi Klinik

c. Kelompok obat Nonesensial (N)

Merupakan kelompok obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri. Obat kelompok N tidak diprioritaskan untuk disediakan, karena bila tidak tersedia obat ini tidak berbahaya.

Kelompok obat non-esensial adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan. Kekosongan kelompok obat ini dapat ditolerir lebih dari 48 jam (Suciati, S, Adisasmito, BW, 2006).

Data untuk analisis VEN memerlukan data :

  • Stok opname untuk mengetahui daftar obat yang digunakan di rumah sakit
  • DOEN
    Obat obat yang dimasukkan ke dalam DOEN yaitu dengan kriteria vital, esensial dan non-esensial, dilihat indikasi obat atau kemampuan terapi obat untuk tiap penyakit dan kondisi pasien yang ada di rumah sakit.
  • Formularium rumah sakit
    Obat-obat yang tidak termasuk ke dalam DOEN dapat dilihat dalam formularium rumah sakit, karena obat-obat yang tidak termasuk ke dalam DOEN tetapi dibutukan dalam pelayanan kebutuhan pasien dapat ditambahkan dalam daftar obat formularium rumah sakit karena kebutuhan tiap rumah sakit yang berbeda. Penentuan kriteria obat yang akan dimasukkan ke dalam daftar obat formularium rumah sakit harus dikonsultasikan kepada kepala Instalasi farmasi rumah sakit yang mengetahui penggunaan tiap obat di rumah sakit untuk pasien dengan kondisi kritis maupun pasien yang dalam masa perawatan, sehingga dapat diketahui prioritas pengadaan obat di rumah sakit berdasarkan data yang diperoleh untuk dampak tiap obat pada kesehatan.
  • ISO

4. Metode Konsumsi

Metode konsumsi yaitu perencanaan obat yang didasarkan pada kebutuhan obat periode sebelumnya, dengan melihat jumlah kunjungan dan kebutuhan pasien.

Perencanaan perbekalan sediaan farmasi dengan metode konsumsi ada 9 langkah yaitu:

a. Menggunakan pemakaian pertahun

Keuntungan menggunakan pemakaian per tahun yaitu pencatatan dan pelaporannya menjadi ringkas. Untuk menentukan perencanaan obat kita jumlahkan pemakaian obat per bulan dengan menggunakan rumus:

Perbulan dengan menggunakan rumus:

Pemakaian nyata pertahun (stok awal + jumlah penerimaan obat per tahun) – (jumlah obat yang hilang, rusak, kadaluarsa + sisa stok)

Contoh:

Jumlah pengadaan amoksisilin yang diterima tahun 2015 sebanyak 2.500 juta kaplet, stok awal amoksisilin 500 kaplet, tidak ada obat hilang, rusak, kadaluarsa, sisa stok akhir tahun 2016 sebanyak 750.000 kaplet.

Jadi, pemakaian nyata pertahun adalah (2500 juta kaplet + stok awal sebanyak 500 kaplet) – (750.000 kaplet) = 2.250.000 kaplet

b. Menentukan pemakaian rata-rata satu bulan

Pemakaian rata rata satu bulan adalah jumlah bulan selama obat itu terpakai. Penemuannya dengan menggunakan rumus:

Pemakaian rata rata per bulan/jumlah bulan obat terpakai

c. Menentukan pemakaian kekurangan obat

Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan saat terjadi kekosongan obat. Ditentukan dengan rumus

Pemakaian rata-rata x waktu (banyak bulan yang kosong)

d. Menghitung pemakaian obat yang sesungguhnya

Penentuan pemakaian obat yang sesungguhnya dengan cara langkah 1 (pemakaian nyata) + langkah 3 (kekurangan obat)

e. Memprediksi/menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang

Ramalan kebutuhan yang akan datang mempertimbangkan peningkatan jumlah pelanggan yang akan dilayani.

Dicari jumlah kunjungan tahun sebelumnya, sehingga dapat memprediksi jumlah kunjungan tahun yang akan datang, dengan menggunakan rumus:

Regresi y = ax + b

Hitung persentase per tahun yaitu kebutuhan sesungguhnya + kebutuhan nyata x jumlah kunjungan

f. Hitung waktu tunggu

Waktu tunggu dihitung mulai dari waktu memesan obat sampai obat datang.

Baca juga:  Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

Waktu tunggu adalah pemakaian rata rata perbulan x waktu tunggu per bulan .

g. Menentukan buffer stock/Istock pengaman

Buffer stock adalah obat yang diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi kekosongan atau pemakaian di luar dugaan. Seperti adanya kejadian bencana alam atau wabah penyakit.

Cara menentukan buffer stock ada dua yaitu:

  1. Menggunakan lead time
    Lead time atau waktu tunggu terjadi karena adanya proses keuangan yang mengganggu atau menunggu cairnya keuangan. Lead time bisa saja 2 bulan, 3 bulan, 4 minggu
  2. Sistem VEN
    V = very essensial (sangat penting), seperti obat penyelamat jiwa. Bila pemberian ditunda akan meningkatkan resiko cacat atau kematian.
    E = Essensial yaitu obat yang penting yang digunakan untuk penyakit pasien pada umumnya.
    N = Non Essensial yaitu obat obat penunjang kesehatan seperti multivitamin.

h. Menghitung jumlah obat yang diprogramkan

Cara menghitung jumlah obat yang diprogramkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan obat yang akan datang + waktu tunggu + buffer stock.

i. Menghitung jumlah obat yang akan diadakan

Cara menghitungnya yaitu dengan cara: jumlah obat yang diprogramkan – sisa stock

Metode Perkiraan atau Peramalan Persediaan Farmasi

Perencanaan untuk mendapatkan persediaan farmasi dapat diperkirakan atau diramalkan. Perkiraan atau peramalan merupakan suatu kegiatan mengestimasi pemakaian yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Perkiraan ini dapat dilakukan dengan cara yaitu: (Nurcholis dkk, 2009)

1. Metode Single Exponential Smoothing (SES)

Metode Single Exponential Smoothing merupakan pengembangan dari metode moving average. Metode ini dapat diterapkan pada perhitungan dalam merencanakan jumlah pembelian obat untuk periode mendatang.

Berikut adalah rumus untuk metode Single Exponential Smoothing:

Ft + 1 = αXt + (1 – α)Ft

Keterangan :

Ft+1 = Ramalan untuk periode t+1
Xt = Nilai rill periode ke t
Ft = Ramalan untuk periode ke t
α = Bobot yang menunjukan konstanta penghalus

Metode ini dapat digunakan karena pola data yang dihasilkan bersifat stasioner dan tidak memiliki kecenderungan musiman dan trend.

2. Forecastt Error

Forecast error yang digunakan dalam perhitungan untuk menguji hasil peramalan adalah Mean Absolute Error (MAE). MAE adalah rata rata absolut dari kesalahan perkiraan tanpa menghiraukan tanda positif maupun negatif.

Berikut adalah rumus MAE:

MAE = ∑(Xt – Ft)/n

Perkiraan perencanaan persediaan farmasi agar berjalan lancar, efektif dan efisien maka perlu dilakukan monitoring.

Monitoring merupakan kegiatan mengamati atau meninjau kembali dan mempelajari serta mengawasi secara terus menerus atau berkala terhadap pelaksanaan kegiatan perencanaan atau perkiraan kebutuhan persediaan farmasi yang sedang berjalan.

Kegiatan monitoring ini bertujuan untuk :

  • Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana
  • Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi
  • Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.

Sistem perkiraan dan monitoring persediaan obat dilakukan pengujian dengan pengujian black box. Pegujian ini berfokus pada persyaratan fungsional perangkat lunak.

Analisis perkiraan ini bertujuan untuk membantu kepala instalasi farmasi rumah sakit dalam menentukan jumlah obat yang harus disediakan.

Monitoring persediaan merupakan upaya pemantauan persediaan untuk menjaga agar persediaan tersebut selalu dapat mencukupi kebutuhan pelanggan tanpa mengalami kelebihan atau kekurangan.

Analisis Monitoring bertujuan untuk membantu bagian gudang dalam memantau persediaan stok obat yang terdapat di gudang. Perencanaan kebutuhan obat telah selesai dibuat selanjutnya diserahkan kepada bagian pengadaan. Bagian pengadaan ini akan membeli secara langsung kepada PBF.

Tinggalkan komentar