Bioavailabilitas: Cara Penentuan & Faktor yang Mempengaruhi

Bioavailabilitas adalah fraksi obat yang diberikan dan mencapai sirkulasi sistemis. Bioavailabilitas dinyatakan sebagai fraksi obat yang diberikan dan masuk ke dalam sirkulasi sistemis serta tidak mengalami perubahan bentuk kimiawi.

Misalnya, jika 100 mg obat diberikan per oral dan 70 mg obat ini diabsorbsi dalam bentuk tidak berubah, bioavailabilitasnya adalah 0,7 atau 70%.

Penentuan Bioavailabilitas

Penentuan bioavailabilitas obat
Penentuan bioavailabilitas obat (AUC = daerah bawah kurva area under the curve).

Bioavailabilitas ditentukan dengan cara membandingkan kadar plasma suatu obat setelah suatu pemberian khusus (misalnya, pemberian oral) dengan kadar plasma obat yang dicapai melalui suntikan lV – dianggap semua obat masuk sirkulasi.

Bila obat diberikan per oral, hanya sebagian dosis yang muncul di dalam plasma. Dengan menempatkan grafik konsentrasi plasma obat terhadap waktu, kita dapat mengukur daerah bawah kurva (area under the curve/AUC).

Kurva ini mewakili seberapa banyak obat tersebut terabsorbsi. [Catatan: Berdasarkan definisi ini, obat yang diberikan secara intravena terabsorpsi 100%.] Bioavailailitas suatu obat yang diberikan secara oral adalah rasio dari AUC melalui pemberian oral terhadap AUC melalui pemberian secara IV.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bioavailabilitas

1. Metabolisme lintas-pertama pada hati

Bila suatu obat diabsorbsi melalui saluran cerna, obat masuk menuju sirkulasi portal sebelum mencapai sirkulasi sistemis. Jika obat tersebut cepat dimetabolisme oleh hati, jumlah obat yang tidak berubah (unchanged drug), yang masuk sirkulasi sistemis, berkurang.

Banyak obat, seperti propranolol atau lidocaine, mengalami biotransformasi yang signifikan pada satu kali lintasan hati.

2. Kelarutan obat

Obat-obat yang sangat hidrofilik kurang diabsorbsi karena ketidak-mampuannya menembus membran sel yang kaya akan lipid. Sebaliknya, obat-obat yang sangat hidrofobik juga diabsorbsi kurang karena tidak dapat terlarut dalam cairan tubuh sehingga tidak dapat meraih permukaan sel-sel.

Baca juga:  Obat-obat Otonomik: Penggolongan dan Mekanisme Kerja

Agar suatu obat mudah diabsorbsi, obat harus bersifat hidrofobik, tetapi mempunyai kelarutan tertentu dalam larutan berair.

Inilah alasan suatu obat merupakan asam lemah atau basa lemah. Terdapat beberapa obat yang sangat larut-lipid dan menggunakan protein karier, seperti albumin, sebagai pengangkut dalam larutan berair.

3. Ketidakstabilan kimiawi

Beberapa obat, seperti penicillin G, tidak stabil pada pH isi lambung. Obat lainnya, seperti insulin, dihancurkan di dalam saluran cerna oleh enzim-enzim degradatif.

4. Sifat formulasi obat

Absorbsi obat dapat terganggu oleh faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan sifat kimiawi obat.

Sebagai contoh, ukuran partikel, bentuk garam, polimorfisme kristal, dan salut enterik serta keberadaan eksipien (seperti zat-zat pengikat atau penyebar) dapat memengaruhi kemudahan pemecahan obat sehingga mengubah kecepatan absorbsi.

Bioekuivalensi

Dua obat yang terkait dinyatakan bioekuivalen jika menunjukkan bioavailabilitas yang sebanding dan mencapai konsentrasi puncak dalam darah pada waktu yang bersamaan.

Dua obat terkait dengan perbedaan bioavailabilitas yang signifikan disebut bioinekuivalen.

Ekuivalensi terapeutik

Dua obat yang serupa dinyatakan ekuivalen secara terapeutik (ekuivalen terapeutik) jika mempunyai manfaat dan keamanan yang sebanding [Catatan: Efektivitas klinis sering tergantung pada konsentrasi maksimum obat di dalam serum dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak setelah pemberian obat tersebut. Oleh sebab itu, dua obat yang bioekuivalen bisa juga tidak ekuivalen secara terapeutik.].

Pustaka:
Harvey, Richard A. dan Pamela C. Champe. 2009. Farmakologi Ulasan Bergambar, Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tinggalkan komentar