Bolehkah Ibu Hamil Minum Es?

Ibu hamil minum es, apakah baik atau malah termasuk makanan pantangan? Di sebagian kalangan masyarakat ada semacam kepercayaan bahwa mengonsumsi minuman atau air es selama kehamilan dapat menyebabkan sesuatu yang disebut sebagai ‘kembar air’.

Kembar air adalah suatu istilah yang berasal dari masyarakat untuk menyebut bayi yang lahir dengan keluarnya banyak air. Sebenarnya, hal itu terjadi karena ukuran kandungan yang besar, karena jumlah air ketuban berlebih, sehingga seolah-olah si bayi terlahir dengan air.

Kondisi seperti itu sesungguhnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan minum air es selama kehamilan. Minum air es selama hamil tidak berpengaruh secara langsung pada janin, karena di dalam rahim saat hamil ada plasenta yang memiliki regulator. Jadi, apabila ibu hamil minum banyak sekalipun, yang diserap oleh si janin hanya sesuai dengan kebutuhannya saja.

Apabila diilustrasikan secara sederhana, saat Bunda minum maka air akan diserap oleh usus, lalu masuk ke dalam jantung yang menyebabkan darah menjadi encer dan dapat beredar ke seluruh tubuh. Nah, sebagian lagi yang tidak terpakai akan dibuang melalui urine.

Jadi, kesimpulannya, apa yang disebut sebagai ‘kembar air’ sama sekali tidak berhubungan dengan konsumsi air es oleh si ibu hamil.

Sebenarnya, secara medis, kondisi yang disebut ”kembar air’ itu terjadi karena adanya kondisi polihidramnion. Polihidramnion adalah terkumpulnya cairan di dalam ketuban, dalam jumlah di atas dua liter. Banyaknya air ketuban itu secara garis besar bisa disebabkan oleh faktor yang diketahui sebabnya, dan juga karena faktor yang tidak diketahui sebabnya.

Faktor yang diketahui sebabnya terjadi karena terdapat gangguan atau sumbatan pada saluran pencernaan janin, adanya infeksi, atau karena bayi kembar.

Baca juga:  Cara Merawat Bayi Baru Lahir yang Baik dan benar, Bunda Wajib Tau!

Kondisi polihidramnion dapat terdeteksi setiap saat, sepanjang ibu hamil rutin memeriksakan kehamilan. Tidak diperlukan pemeriksaan USG untuk hal ini.

Namun, jika kondisi ukuran rahim lebih besar dari usia kehamilan berdasarkan haid terakhir – misalnya usia kehamilan 16 minggu, tapi besarnya seperti usia kehamilan 20 minggu maka dapat dicurigai adanya polihidramnion. Untuk hal tersebut, sebaiknya periksakan kehamilan Bunda dengan USG, untuk memastikan kecurigaan.

Polihidramnion sendiri tidak berdampak pada bayi, melainkan pada kehamilan. Jadi, umumnya pada kasus ini, kehamilan tidak bisa berlangsung 9 bulan 10 hari, tetapi harus dilahirkan lebih cepat (prematur). Pasalnya, apabila dibiarkan, kondisi ini akan membuat sang ibu merasa sesak sehingga tidak nyaman.

Polihidramnion dapat terjadi pada ibu hamil mana pun, dan saat ini belum ada faktor pencegahnya. Oleh karenanya, lakukan pemeriksaan secara rutin sesuai anjuran dokter kandungan, sehingga kondisi kehamilan Bunda dapat senantiasa terpantau.

Tinggalkan komentar