Materi Sediaan Krim (Cream) Farmasi

Sediaan Krim (Cream) Farmasi – Selamat datang kembali sobat BioFar.ID, kali ini kita akan membahas secara lengkap salah satu jenis sediaan farmasi, yaitu krim (cream).

Di halaman ini kita akan membahasnya dengan jelas apa definisi krim, seperti apa penggolongannya, apa saja bahan penyusun, kelebihan maupun kekurangan krim, hingga contoh sediaan krim yang bisa kamu jumpai di pasaran.

Buat kamu yang sedang mencari jawaban tugas pendahuluan (TP) praktikum sediaan krim atau akan menyelesaikan tugas makalah, jurnal maupun skripsi, semoga halaman ini bisa membantu kamu menemukan jawaban atau penjelasan yang kamu butuhkan.

Oke, langsung saja simak pembahasan selengkapnya di bawah ini.

Definisi Krim

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Menurut Formularian Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim berair) atau emulsi a/m (krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)

Secara tradisional, istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsentrasi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam air (m/a).

Krim adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair yang diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air, yang dapat dicuci dengan air atau lebih ditunjukkan untuk penggunaan kosmetika (Depkes RI, 1995).

Krim merupakan salah satu sediaan yang berbentuk emulsi. Krim dapat didefinisikan berbagai macam dari beberapa sumber yang berbeda. Menurut Ansel (1989), krim adalah emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air yang biasanya digunakan sebagai emolien (pelembab) atau pemakaian obat pada kulit.

Krim adalah formulasi untuk memberikan persiapan yang pada dasarnya bercampur dengan sekresi kulit. Mereka dimaksudkan untuk diterapkan pada kulit atau selaput lendir tertentu untuk pelindung, terapeutik atau profilaksis tujuan, terutama di mana efek oklusif tidak diperlukan (British Pharmacopeia).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Ditjen POM, 1995).

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umurnya berupa surfaktansurfaktan anionik, kationik dan nonionik (Anief, 2008).

Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Anwar, 2012).

Penggolongan Krim

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.

Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera.

Sedangkan untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.

Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.

Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%.

Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”. Ada 2 tipe krim, yaitu :

1. Krim Tipe M/A atau O/W

Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream. Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas.

Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.

Contoh: vanishing cream. Sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit.

2. Krim Tipe A/M atau W/O

Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca.

Baca juga:  Materi Sediaan Tetes Mata (Pengertian Hingga Cara Pemberian)

Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda beda. Jika emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.

Contoh: Cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.

Bahan Bahan Penyusun Krim

Formula dasar krim, antara lain:

  • Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
    Contoh: asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
  • Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
    Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH, Na2C03, Gliserin, Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya)

Bahan penyusun krim

Bahan bahan penyusun krim, antara lain :

  • Zat berkhasiat
  • Minyak
  • Air
  • Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin stearat, polisorbat, PEG.

Bahan bahan tambahan

Bahan bahan tambahan dalam sediaan krim agar peningkatan penetrasi pada kuli, antara lain :

1. Zat untuk memperbaiki konsistensi

Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”. Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak.

Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube. Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.

2. Zat pengawet

Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur.

Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil paraben 0.12% sampai 0,18% atau propil paraben 0,02%-0,05%.

3. Pendapar

Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet.

Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.

4. Pelembab

Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.

5. Pengompleks (sequestering)

Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA, dsb.

6. Anti Oksidan

Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan terbagi atas :

  • Anti oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT.
  • Anti oksidan sebagai agen produksi. Zat zat ini mempunyai potensial reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain kadang-kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit.
  • Anti oksidan sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tamat, EDTA.

7. Peningkat Penetrasi

Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit). Syarat-syarat:

  • Tidak mempunyai efek farmakologi.
  • Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
  • Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).
  • Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
  • Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
  • Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
  • Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
  • Dapat menyebar pada kulit.
  • Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.
  • Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa..

Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Krim

a. Kelebihan sediaan krim

  • Mudah menyebar rata.
  • Praktis.
  • Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam air).
  • Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
  • Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
  • Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
  • Aman digunakan dewasa maupun anak-anak.
  • Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).
  • Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
  • Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan deodorant.
  • Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit berminyak.

b. Kekurangan sediaan krim

  • Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak) karena terganggu sistem campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
  • Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan kirim harus dalam keadaan panas.
  • Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
  • Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
  • Pembuatannya harus secara aseptis

Metode Pembuatan Krim

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama sama di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.

Baca juga:  Materi Sediaan Gel Farmasi (Teori dan Penjelasan Lengkap)

Kemudian larutan berair secara perlahan lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.

Selanjutnya campuran perlahan lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).

Dasar-dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:

  • Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan. Bahan padat dalam suatu sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi akibatadanya panikel yang terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.
  • Pemanasan dan pendinginan Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan berkhasiat, pencampuran bahan bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi. Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi bahan bahan yang digunakan tidak membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila didalam sediaan tersebut ada bahan bahan yang termolabil.
  • Pencampuran terdiri dari tiga macam :
    1. Pencampuran bahan padat. Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah menghancurkan aglomerat yang terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.
    2. Pencampuran untuk larutan. Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan yaitu: adanya transfer panas dan homogenitas komponen sediaan.
    3. Pencampuran semi solida. Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat pencampuran dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma blade dapat membersihkan salep/krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.
  • Penghalusan dan Homogenisasi. Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah penghalusan dan homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.

Alasan Pembuatan Sediaan Krim

Alasan pembuatan sediaan krim untuk mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut dan keadaan permukaan kulit. Karena emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi m/a (minyak dalam air) atau emulsi a/m (air dalam minyak), tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi.

Zat obat yang akan mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit. Tentu saja dapat bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang digunakan dalam preparat yang diemulsikan menentukan banyaknya pelarut yang harus ada dan sifatnya yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan.

Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai lebih rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air.

Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena air. Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air. Seperti untuk absorpsi, abnsorpsi melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah dengan mengurangi ukuran partikel dari fase dalam.

Pengujian Mutu Krim

1. Organoleptik

Uji organoleptik lakukan dengan menggunakan panca indra atau secara visual. Komponen yang dievaluasi meliputi bau, warna, tekstur sediaan, dan konsistensi.

Adapun pelaksanaannya dengan menggunakan subjek responden atau dengan menggunakan kriteria tertentu dengan menetapkan kriteria pengujiannya (Widodo, 2003).

2. Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan krim bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen.

Persyaratannya harus homogen sehingga krim yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit. Krim harus tahan terhadap gaya gesek yang timbul akibat pemindahan produk, maupun akibat aksi mekanis dari alat pengisi. (Anief, 1994).

3. Stabilitas

Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian awal ini dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui.

Adanya pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut. Ketidakstabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat obat yang digunakan sekarang adalah konstituen kimia yang beraneka ragam. Secara kimia proses kerusakan yang sering meliputi hidrolisis dan oksidasi (Ansel, 1989).

Untuk mengevaluasi kestabilan emulsi dengan cara sentrifugasi. Umumnya diterima bahwa shelf life pada kondisi penyimpanan normal dapat diramalkan dengan cepat dengan mengamati pemisahan dari fase terdispersi karena pembetukan krim atau penggumpalan bila emulsi bila dipaparkan pada sentrifugasi. Sentrifugasi jika digunakan dengan bijaksana, merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi emulsi (Lachman, dkk., 1994).

Tujuan pengujian stabilitas obat adalah untuk memberikan bukti tentang mutu suatu bahan obat atau produk obat yang berubah seiring waktu dibawah pengaruh faktor faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya.

Tujuan pengujian tersebut adalah untuk menetapkan suatu periode uji ulang untuk obat tersebut atau masa edar untuk produk obat dan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan uji stabilitas untuk menetapkan masa edar suatu produk harus dilakukan sesuai dengan kondisi iklim ditempat produk obat tersebut akan dipasarkan (Watson, 2009).

4. Uji pH

Harga pH adalah harga yang ditunjukkan oleh pH meter yang telah dibakukan dan mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel dan elektroda perakperak klorida.

Pengukuran dilakukan pada suhu ±250° C, kecuali dinyatakan lain dalam masing masing monografi (Ditjen POM, 1995 ). Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan alat bernama pH meter. Karena pH meter hanya bekerja pada zat yang berbentuk larutan, maka krim harus dibuat dalam bentuk larutan terlebih dahulu.

Baca juga:  8 Jenis-Jenis Shampo dan Contoh Formulanya

Krim dan air dicampur dengan perbandingan 60g : 200 ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan dibiarkan agar mengendap. Setelah itu, pH airnya diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera pada layar pH meter (Widodo, 2003).

5. Keseragaman

Sediaan Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragam bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif.

Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot , dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen POM, 1995).

Persyaratan Krim

Persyaratan krim sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :

  1. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.
  2. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan menjadi lunak serta homogen.
  3. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
  4. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan. (Widodo, 2013).

Evaluasi Sediaan Krim

Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati.

Pertama, tujuan pemeriksaan semata mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setia pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard dan spesifikasi yang telah ada (Lachman, 1994).

1. Organoleptis

Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sediaan, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung presentase masing-masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2. Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

3. Evaluasidaya sebar

Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).

4. Evaluasi penentuan ukuran droplet

Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.

5. Uji aseptabilitas sediaan

Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner dibuat suatu kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian.

Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut (Wade, 1994).

Persyaratan Mutu Krim

Sediaan yang dibuat harus memenuhi persyaratan mutu yang setara dengan ketentuan USP dan memperhatikan kriteria pendaftaran obat jadi Depkes RI.

Persyaratan mutu:

a. Aman

Aman artinya sediaan yang dibuat harus aman secara fisiologis maupun psikologis dan dapat meminimalisir suatu efek samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan aktif yang belum diformulasi. Bahan sediaan farmasi merupakan senyawa kimia yang mempunyai karakteristik fisikokimia yang berhubungan dengan efek farmakologis.

Perubahan sedikit saja pada karakterisasi tersebut dapat menyebabkan perubahan farmakokinetika, farmakodinarnika suatu senyawa.

b. Efektif

Efektif dapat diartikan sebagai sejumlah kecil obat yang diberikan pada pasien mampu memberikan efek yang maksimal dan optimal. Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai, sehari, dan selama pengobatan (kurun waktu) harus mampu untuk mencapai reseptor dan menimbulkan respons farmakologis.

Sediaan efektif adalah sediaan bila digunakan sesuai aturan yang disarankan dengan aturan pakai menghasilkan efek farmakologis yang optimal untuk tiap bentuk sediaan dengan efek samping minimal.

c. Stabil

  • Stabilitas fisika
    Sifat sifat fisika seperti organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan viskositas tidak berubah. (USP XII, p.1703)
  • Stabilitas kimia
    Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warna, pH, dan bentuk sediaan (USP XII, p.1703). Sediaan dibuat pada pH 3 6 diharapkan tidak mengalami perubahan potensi.
  • Stabilitas mikrobiologi
    Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama waktu edar. Jika mengandung pengawet, harus tetap efektif selama waktu edar. Mikroorganisme yang tidak boleh ditemukan pada sediaan: Salmonella sp., E. coli, Enterobacter sp., P. aeruginosa, Clostridium sp., Candida albicans (Lachman, p.468).
  • Stabilitas toksikologi
    Pada penyimpanan maupun pemakaian tidak boleh ada kenaikan toksisitas (USP XII, p.1703)
  • Stabilitas farmakologis
    Selama penyimpanan dan pemakaian, efek terapetiknya harus tetap sama (USP XII p.1703).

Pembentukan Krim

Pembentukan krim dibawah pengaruh gravitasi, partikel partikel atau tetesan tetesan tersuspensi cenderung meningkat atau mengendap, tergantung pada perbedaan dalam gravitasi spesifik antar fase tersebut.

Jika pembentukan krim berlangsung tanpa agregasi apapun, emulsi dapat terbentuk kembali dengan pengocokan atau pengadukan. Pembentukan krim meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers, dan gerakan tersebut saling mengganggu satu sama lain dan biasanya menyebabkan rusaknya tetesan (Lachman, dkk., 1994).

Penyimpanan Krim

Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya.

Tube biasa saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat yang dapat menampung sekitar 8,5 gram krim.

Tube krim untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 15 gram (Ansel, 1989).

Contoh Sediaan Krim di Pasaran

Contoh sediaan krim di pasaran

Sumber: Elmitra. 2017. Buku Dasar-dasar Farmasetika dan Sediaan Semi Solid. Yogyakarta: Penerbit Deepublish. (Bab X, Krim, Hal. 116 – 136)

Satu pemikiran pada “Materi Sediaan Krim (Cream) Farmasi”

Tinggalkan komentar