Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral.
Pada setiap rute pemberian obat memperlihatkan besar bioavailabilitas yang berbeda, seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Rute | Bioavailabilitas (%) | Karakterisasi |
---|---|---|
Intravena (IV) | 100 | Onset sangat cepat |
Intramuskular (IM) | 75 - ≤100 | Volume yang diberikan dapat dalam jumlah besar, menimbulkan nyeri. |
Subkutan (SC) | 75 - ≤100 | Volume yang bisa diberikan kurang dari IM, menimbulkan nyeri. |
Oral (PO) | 5 - <100 | Paling nyaman untuk pengguna, metabolisme lintas pertama signifikan. |
Rektal (PR) | 30 - <100 | Metabolisme lintas pertama kurang dibandingkan PO. |
Inhalasi | 5 - <100 | Sering mempunyai onset sangat cepat. |
Transdermal | 80 - ≤100 | Absorbsi sangat lambat, digunakan untuk menghindari metabolisme lintas pertama, penggunaan jangka panjang. |
A. Enteral
Enteral adalah rute pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna.
1. Oral
Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan.
Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
Metabolisme langkah pertama oleh usus atau hati membatasi enkasi banyak obat ketika diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi.
Oleh karena itu, penisilin atau obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.
2. Sublingual
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan obat tidak diinaktivasi oleh metabolisme.
3. Rektal
50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam lambung.
Rute pemberian obat melalui rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah. Bentuk sediaan obat untuk pemberian rektal umumnva adalah suppositoria dan ovula.
B. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Rute pemberian obat dengan parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.
Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1. Intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan rute pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati.
Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkuIasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena itu, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatian yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
2. Intramuskular (IM)
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat.
Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.
3. Subkutan
Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya.
Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi untuk jangka yang sangat panjang.
C. Rute Pemberian Obat Lainnya
1. Inhalasi
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena.
Rute pemberian obat dengan cara ini efektif dan menyenangkan penderita-penderita dengan keluhan pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena obat diberikan langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
2. Intranasal
Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan diabetes insipidus; kalsitonin insipidus; kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan dalam pengobatan osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot hidung obat narkotik kokain, biasanya digunakan dengan cara mengisap.
3. Intratekal/intraventrikular
Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara langsung ke dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada leukemia limfostik akut.
4. Topikal
Rute pemberian obat secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.
5. Transdermal
Rute pemberian obat transdermal ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan absorbsi sangat bervariasi teragntun pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian.
Cara pemberian obat ini paling sering digunakan untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina, nitrogliserin.