Gangguan Depresi. Melihat tingginya angka pasien yang mengalami gangguan depresi sekarang ini, maka selayaknya praktisi kesehatan mulai membekali ilmunya dengan matang, sehingga apoteker bisa berperan aktif dalam mengidentifikasi gejala gangguan depresi, melakukan penatalaksanaan terapi dan memberikan konseling yang tepat untuk pasien berikut keluarga pasien.
Gangguan depresi adalah salah satu gangguan jiwa yang paling sering terjadi, yaitu terjadi kira-kira di 3 – 8 persen dengan 50 persen kasus terjadi di usia produktif. WHO menyatakan bahwa gangguan depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia yang mengenai sekitar 20 persen wanita dan 12 persen laki-laki pada suatu waktu kehidupan. Diperkirakan pada tahun 2020, penyakit depresi akan berada pada urutan kedua penyakit di dunia.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 yang dilakukan oleh Litbangkes Depkes RI dengan menggunakan rancangan sampel dari Susenas BPS (Badan Pusat Statistik) terhadap 65.664 rumah tangga, menunjukkan bahwa gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga adalah gangguan mental emosional yang terjadi pada usia lebih dari 15 tahun (140/1000) dan pada 5 – 14 tahun adalah 104/1000. Untuk gangguan mental dewasa biasanya yang terjadi adalah psikosis, demensia,retardasi, dan gangguan jiwa lain.
Gangguan depresif adalah gangguan yang dapat mengganggu kehidupan manusia dan dapat terjadi pada beragam usia dan status sosial. Sayangnya gangguan depresi seringkali lambat ditangani sehingga banyak sekali penderitanya yang mengalami gangguan parah sehingga ingin bunuh diri.
Apakah Depresi itu?
Gangguan depresi biasa dikenal juga dengan gangguan mood, biasanya gangguan ini digambarkan dengan beberapa gambaran klinis yaitu episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor, gangguan depresif unipolar serta bipolar.
Gangguan depresi bisa menyerang siapa saja, semua umur dan biasanya yang memiliki riwayat keluarga menderita gangguan depresi. Umumnya terjadi pada usia 15 – 30 tahun, namun ada juga yang terjadi pada usia 5 – 6 tahun atau bahka usia 50 tahun ke atas.
Gangguan depresi biasanya tidak terpengaruh dengan ras seseorang atau sosio ekonominya. Berdasarkan penelitian, orang barat biasanya mengalami gangguan depresi pada musim dingin. Perempuan memiliki kemungkinan mengalami depresi dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki, hal ini disebabkan karena persoalan hormonal perempuan dan dampak paska melahirkan. Namun, dewasa ini gangguan depresi justru terjadi akibat gangguan proses berpikir, perasaan dan perilaku.
Biasanya, gangguan depresi ini terjadi karena ketidak seimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf yang membuat tubuh menjadi salah menerima komunikasi. Kebanyakan yang terjadi, gangguan depresi ini diakibatkan oleh faktor psikologik, biasanya ini menyebabkan gangguan depresi ringan hingga sedang. Gangguan depresi mayor dan bipolar sangat berhubungan erat dengan hubungan saudara, seperti halnya pada anak kembar.
Menurut banyak psikolog, mereka yang terkena gangguan depresi adalah mereka yang memiliki role model yang mereka jadikan tiruan dalam lingkungan dan keluarga. Hal ini membuat mereka menjadi tidak nyaman menjadi dirinya sendiri. Mereka ini juga yang memiliki riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya.
Banyak hal yang menyebabkan seseorang terkena gangguan depresi, di antaranya; ketidaksuksesan karir, putus cinta, sakit kronis, keluarga, harta dan lainnya. Selain hal di atas, obat-obatan juga bisa menjadi salah satu pemicunya. Di sinilah pentingnya peranan apoteker dalam memberikan dan mengawasi penggunaan obat pasien.
Ketika seseorang mengalami gangguan depresi, maka ia akan mengalami tanda-tanda yang jelas seperti kesulitan tidur dan gelisah ketika tidur, tidak bisa berkonsentrasi, sering khawatir, mudah tersinggung, dan cemas. Tidak bisa lagi menyukai aktivitas hobinya dan sering bermalas-malasan ketika bangun pagi.
Selain itu, penderita juga merasa tubuhnya letih dan sakit. Penyembuhan gangguan depresi tidak cukup dengan membuat penderitanya bergembira, namun juga dibutuhkan terapi obat selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Apa Dampak Gangguan Depresi?
Gangguan depresi ternyata tidak hanya meninggalkan dampak kesakitan pada penderitanya, namun juga membuat dampak lain di sekitar lingkungannya. Penurunan minat seseorang ketika mengalami gangguan deprsi menyebabkan seseorang menjadi tidak produktif.
Tentu saja hal ini akan menyebabkan kerugian pada perusahaan tempat ia bekerja dan menyebabkan keluarga menjadi direpotkan karena harus melakukan perawatan panjang dan rutin.
Gangguan depresi yang serius bisa merusak hubungan antar seseorang.
Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), di Amerika kehilangan 44 juta dollar setahun karena gangguan depresif. Sayangnya banyak sekali penderita gangguan depresif yang tidak tertangani dengan baik dikarenakan gejalanya yang tidak terlihat dengan jelas karena penderitanya hanya dianggap orang lemah, malas, dan manja saja.
Selain itu, banyak penderita yang tidak berdaya untuk mencapai layanan kesehatan. Namun, untungnya penderita gangguan depresi yang diobati 80 persennya mengalami kemajuan berarti.
Diagnosa Gangguan Depresi
Departemen Kesehatan yang menganut klasifikasi WHO: ICD-X menggunakan istilah gangguan jiwa untuk melukiskannya. Pendekatan yang dilakukan kepada pasien adalah pendekatan sindrom atau gejala.
Biasanya diagnosis dilakukan dengan melihat adanya gejala klinis berupa perubahan pola tingkah laku yang menyebabkan penderitaan, rasa nyeri, tidak nyaman, dan disfungsi organ. Selain itu juga terlihat dari tanda-tanda kemalasan dalam merawat diri sendiri.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III: DEPKES), gangguan jiwa diklasifikasikan sebagai berikut.
- F32 Depresif
- F.32.0 Episode Depresi ringan
- F.32.1 Episode depresi sedang
- F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
- F.32.3 Gangguan depresif berulang
- F.33.0 Gangguan depresif berulang episode kini ringan
- F.33.1 Gangguan depresif berulang episode kini sedang
- F.33.2 Gangguan depresif berulang episode kini berat tanpa gejala psikotik
- F.33.3 Gangguan depresif berulang episode kini berat gejala psikotik
- F.33.4 Gangguan depresif berulang kini dalam remisi.
Peran Apoteker
Apoteker adalah profesi yang harus mengontrol dan mengawasi penggunaan obat pada pasien. Untuk pasien penderita depresif, apoteker harus memberikan perhatian yang intensif dikarenakan pada pasien ini penggunaan obat biasa dilakukan untuk jangka waktu yang cukup lama.
Penatalaksanaan terapi sebaiknya dibawa pengawasan dokter dan apoteker, sedangkan untuk keseharian seorang penderita depresi juga membutuhkan pengawasan psikolog. Dokter sangat berperang penting dalam mendiagnosa gejala pasien sedangkan fungsi apoteker lebih kepada monitoring terapi, terlebih jika terapi dilakukan jangka panjang.
Yang perlu dipersiapkan oleh apoteker adalah:
1. Monitoring terapi
Bisa dilakukan dengan berdiskusi dengan dokter, melihat catatan medis pasien dan menanyakan langsung mengenai perkembangan terapi pada pasien. Apoteker membuat buku khusus yang berisi tentang perkembangan terapi pasien, baik ada atau tidaknya efek samping, munculnya interaksi obat, dan lain-lain yang mempengaruhi pengobatan pasien.
2. Konseling pasien
Konseling harus berdasar pada banyak hal, juga termasuk pada praktisi kesehatan lain yang terlibat dalam pengobatan pasien, yang dalam hal ini adalah dokter. Untuk itu apoteker harus mensingkronisasi penjelasan dokter dan yang ditangkap oleh pasien terlebih dahulu.
Tahap awal dari konseling pasien terapi depresi adalah dengan menanyakan 3 hal:
- Bagaimana penjelasan dokter tentang obat Anda?
- Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat Anda?
- Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah meminum obat Anda?
Setelah itu, barulah apoteker menyiapkan materi konseling yang dibutuhkan oleh pasien. Materi konseling biasanya menyangkut pengobatan atau terapi pada si pasien.
3. Edukasi pasien
Pentingnya edukasi adalah untuk memberitahukan kepada si pasien agar ia tidak merasa rendah diri dengan keadaannya. Juga untuk memberitahukan mengenai terapi yang digunakan. Terlebih jika pasien menggunakan obat tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Hal-hal yang bisa diberitahukan kepada paseien untuk mengedukasinya antara lain:
- Gangguan depresif bukanlah cacat kepribadian atau kelemahan karakter
- Hampir semua antidepresan aktivitasnya sama
- Sebagian besar penderita yang menggunakan antidepresan mengalami efek samping pada awal terapi tidak lebih daro 7 – 10 hari
- Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari.
- Respon terhadap antidepresan biasanya tertunda, biasanya muncul 2 – 6 minggu kemudian.
- Antidepresan sekurang-kurangnya diminum 6 – 9 bulan
- Antidepresan bukanlah senyawa adiktif walaupun bisa memperbaiki mood seseorang.
Terapi Gangguan Depresif
Peran apoteker
Sekali lagi, apoteker adalah profesi yang harus mengontrol dan mengawasi penggunaan obat pada pasien. Untuk pasien penderita depresif, apoteker harus memberikan perhatian yang intensif dikarenakan pada pasien ini penggunaan obat biasa dilakukan untuk jangka waktu yang cukup lama.
Penatalaksanaan terapi pasien depresif dengan antidepresan harus sepengetahuan apoteker. Bimbingan konseling kepada keluarga pasien juga perlu dilakukan. Selain itu, apoteker juga melakukan monitoring pasien setiap saat. Hal ini diakui penting dilakukan berhubung banyak obat-obat antidepresan yang efek sampingnya cukup berbahaya, terlebih ada beberapa obat yang menyebabkan ketergantungan.
Setelah melakukan monitoring dan konseling, maka tahap terakhir yang bisa dilakukan adalah evaluasi keberhasilan terapi pasien.
Oleh karena itu, sulitnya penatalaksanaan dan lamanya terapi pasien depresif, maka hendaknya apoteker harus memiliki modal ilmu yang banyak dan luas. Sehingga dalam pemberian informasi apoteker bisa dengan lugas mengemukakan pengetahuannya kepada pasien dan pharmaceutical care berjalan semestinya.