Hati-hati, Hasil Riset Menunjukkan Ada Keterkaitan Obat Herbal Cina dengan Kanker Hati

Tim peneliti dari Singapura dan Taiwan berhasil menemukan hubungan antara obat herbal Cina dan kanker hati. Lebih spesifiknya lagi, disebabkan senyawa kimia yang disebut aristolochic acid (AA), dikenal sebagai senyawa karsinogenik – ditemukan dalam berbagai obat herbal – yang membuat banyak warga Asia memiliki risiko tinggi menderita kanker hati.

Fakta Aristolochic acid, Toksin Mematikan

Tim peneliti, yang dipimpin oleh Profesor Steven Rozen dari Fakultas Kedokteran Duke-NUS, Profesor Teh Bin Tean dari Pusat Kanker Nasional Singapura, Profesor Alex Chang dari John Hopkins Medicine Singapore dan Profesor Hsieh Sen-Yung dari Rumah Sakit Memorial Chang Gung di Taiwan, menemukan hubungan ini dengan membandingkan mutasi akibat AA dan kasus kanker hati di Taiwan.

Pola mutasi merupakan pola perubahan dalam DNA yang memicu kemunculan kanker. Dengan mensekuens DNA kanker hati, tim mendapatkan pola mutasi untuk membandingkan dengan mutasi disebabkan AA. Dengan melakukan hal ini, mereka menemukan bahwa lebih dari 75% kasus kanker hati disebabkan oleh mutasi akibat AA.

“Meskipun mereka mengetahui ada paparan AA di Taiwan, namun mereka sangat terkejut menemukan tingginya penderita kanker hati yang terpapar AA,” catat Professor Hsieh.

Meskipun AA sudah diketahui merupakan senyawa karsinogenik, namun pada gagal ginjal atau kanker saluran kemih, ini merupakan hubungan pertama yang ditemukan antara AA dan kanker hati. Yang lebih penting lagi, AA merupakan senyawa alami yang banyak ditemukan dalam tanaman Aristolochia dan Asarum. Kedua tanaman ini sering digunakan dalam obat herbal untuk menurunkan berat badan dan melangsingkan tubuh.

Negara yang Telah Terjangkiti

Negara yang terpapar Aristolochic acid, toksin mematikan
Persebaran penderita kanker hati yang diteliti karena mutasi AA di berbagai kawasan. Kredit foto: Duke-NUS Medical School/EurekAlert

Sejak pertama kali ditemukan sebagai penyebab kanker ginjal dan saluran kemih, produk mengandung AA menjadi dilarang penjualannya di beberapa negara. Di Eropa, AA sudah dilarang sejak tahun 2001. Singapura juga melarang AA sejak tahun 2004 yang menyebabkan penarikan produk mengandung AA di tahun 2014.

Baca juga:  Ini Prospek Kerja Jurusan Kesehatan Masyarakat, Bukan Nyuntik Atau Kasih Resep Obat Lho

Di Cina dan Taiwan, beberapa tanaman mengandung AA sudah dilarang sejak tahun 2003; namun, beberapa herba mengandung AA masih diperbolehkan penjualannya di Cina. Tidak tegasnya pelarangan di Cina atau Taiwan membuat lebih mudahnya industri memproduksi obat herbal mengandung AA dan lebih sulit bagi konsumen untuk menghindarinya.

Banyak pasien yang terpengaruh berasal dari negara-negara Asia, dengan persentase tertinggi terdapat di Taiwan dan Cina. Negara-negara Asia lain seperti Jepang dan Korea Selatan ditunjukkan juga berpengaruh; tetapi, hingga taraf tertentu. Selain itu, beberapa negara yang terpengaruh bukan hanya berada dalam ranah negara Asia tetapi juga di Perancis, Spanyol, Amerika Utara dan Inggris.

Peraturan yang Kurang Ketat

Meskipun sudah lama dilarang, jumlah kanker disebabkan AA belum berhasil diturunkan. Hal ini kemungkinan disebabkan longgarnya peraturan pemerintah mengingat herba AA masih banyak bisa ditemukan secara online. Selain itu, beberapa obat herbal mengandung AA sebagai bagian dari formulasi, tetapi, tidak dikatakan disebabkan oleh kesalahan pelabelan atau kesalahpahaman.

US Food and Drug Administration (FDA) sudah mengeluarkan peringatan mengenai herba yang mengandung AA. Tetapi bagi kebanyakan orang, peringatan hanyalah sekadar peringatan, terutama disebabkan rendahnya kesadaran dan penyelenggaraan di publik. Selain itu, penjualan obat herbal mengandung AA masih diizinkan masuk pasar – diizinkan mereknya dan tidak ada klaim kesehatan yang dibuat.

Di banyak negara di Asia, produk mengandung AA dan herbal sudah banyak dilarang selama lebih dari sepuluh tahun. Namun, produk dan obat mengandung AA masih banyak tersedia di pasar. Mengenai pengembangan kanker hati, Profesor Alex Chang, dari tim peneliti, mencatat bahwa edukasi publik dan peningkatan kesadaran merupakan poin sangat penting untuk menghindari paparan zat berbahaya.

Tinggalkan komentar