Materi Sediaan Salep (Unguenta): Teori & Penjelasan Lengkap

Salah satu sediaan semi solid yang menjadi pembahasan kali ini adalah salep. Di halaman ini kamu akan menemukan penjelasan lengkap semua teori perihal salep. Ada definisi salep, fungsi sediaan, komposisi dasar, penggolongan, metode pembuatan, hingga evaluasi sediaan.

Jika kamu akan mencari materi/teori tentang salep untuk menyelesaikan tugas pendahuluan (TP) sebelum masuk praktikum, laporan, jurnal ataupun makalah, maka kamu sudah berada di halaman yang tepat.

Semoga post ini bisa membantu kamu untuk dijadikan sebagai referensi yaa.. Simak uraian dan penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Definisi Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Depkes.1979).

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Dirjen POM, 1995).

Menurut R. VOIGT salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis yang digunakan pada kulit atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung bahan obat tersuspensi, terlarut atau teremulasi.

Menurut Ansel, salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebutkan terakhir bisanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment) dan digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung obat.

Menurut DOM, salep adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan yang penting.

Menurut Scoville’s, salep terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahan lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan.

Menurut Formularium Nasional, salep adalah sediaan berupa masa lembek, mudah dioleskan, umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik.

Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10% (Moh. Anief. 1997).

Menurut FI edisi III, salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat Luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen kedalam dasar salep yang cocok.

Menurut FI edisi IV, salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topikal kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep mengandung obat keras narkotika adalah 10 %.

Tujuan pembuatan salep antara lain adalah sebagai pengobatan pada kulit, melindungi kulit (pada luka luar agar tidak terinfeksi) serta melembapkan kulit.

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok : dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Dirjen POM, 1995).

Peraturan Pembuatan Salep Menurut F. Van Duin

  1. Peraturan salep pertama
    “Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu dengan pemanasan”.
  2. Peraturan salep kedua
    “Bahan bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya.”
  3. Peraturan salep ketiga
    “Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60.”
  4. Peraturan keempat
    “Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin.” Bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.

Kualitas Dasar Salep

  • Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.
  • Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskloriasi.
  • Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
  • Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
  • Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan.
  • Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief, 2007).

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.

Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan.

Misalnya obat obat yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air (Dirjen POM, 1995).

Komposisi Dasar Salep

Menurut (Moh. Anief. 1997) berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut :

  1. Dasar salep hidrokarbon, yaitu:
  • Vaselin putih atau vaselin kuning
  • Campuran vaselin yaitu malam putih atau malam kuning
  • Parafin cair dan parafin padat
  • Minyak tumbuh-tumbuhan
  • Jelene
  1. Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air yang terdiri:
  • Adeps lanae
  • Unguenta simpleks
  • Hidrofilic fetrolerlum
  1. Dasar salep yang dapat diolesi dengan air, yaitu terdiri atas:
  • Dasar salep emulsi MIA seperti vanishing cream
  • Emulsifying quitment B.P
  • Hydrophilic qitment dibuat dari minyak mineral, stearyalcohol mayri 52 ( emulgator tipe M/A)
  1. Dasar salep yang dapat larut dalam air antara lain PGA atau campuran PEG.
  • Polyethaleneggropl Qintment USP
  • Ciagacant
  • PGA

Dasar salep hidrokarbon, dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antar lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksud untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.

Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Dirjen POM, 1995).

Dasar salep serap, dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok ke 2 terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga dapat bermanfaat sebagai emolien. (Dirjen POM, 1995)

Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “krim” (lihat kremores). Dasat ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci di kulit atau dilap basah, sehingga dapat diterima untuk dasar kosmetik beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik. (Dirjen POM, 1995).

Baca juga:  Pengenceran Obat atau Pemicikan Obat (Lengkap)

Dasar salep larut dalam air, kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”. (Dirjen POM, 1995).

Fungsi Salep

Fungsi salep (Anief, 2005) antara lain:

  1. Sebagai bahan aktif pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
  2. Sebagai bahan pelumas pada kulit
  3. Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit yang dengan larutan berair dan perangsang kulit.

Penggolongan Salep

Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan dasarnya dan formularium nasional antara lain:

1. Menurut konsistensi,

Salep menurut konsistensinya dibagi atas:

  • Unguenta adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga
  • Cream adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit suatu tipe yang mudah dicuci dengan air.
  • Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk) suatu salep yang tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian luar kulit yang diolesi.
  • Jelly/gelanoes adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa mokusa sebagai pelican atau basis, biasanya terdiri atau campuran sederhana dari minyak lemak dan titik lebur.
  • Cerata adalah salep lemak yang mengandung persentase lilin yang tinggi sehingga konsentrasinya lebih keras (Moh. Anief. 1997).

2. Menurut sifat farmakologi/terapetik dan penetrasinya

Salep menurut sifat farmakologi/terapetik dan penetrasinya terdiri dari :

  • Salep epidermik (epidermic ointment, salep penutup). Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk meredakan rangsangan/anestesi lokal; tidak diabsorbsi; kadang-kadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar salep yang baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.
  • Salep endodermik. Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit, tetapi tidak melalui kulit; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.
  • Salep diadermik. Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa merkuri iodida atau belladona.

3. Menurut dasar salepnya

  • Dasar salep hidrofobik. Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya berlemak (greassy bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya, campuran lemak lemak, minyak lemak, malam.
  • Dasar salep hidrofilik. Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya mempunyai dasar salep tipe o/w. (Syamsuni, 2006).

Persyaratan Salep

  1. Pemerian: tidak boleh bau tengik
  2. Kadar: kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) yang digunakan vaselin
  3. Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogeny.
  4. Penandaan: etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2006).

Metode Pembuatan Salep

Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;

  1. Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fasa yang homogeny.
  2. Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Ketentuan lain;
    – Zat yang dapat larut dalam basis salep:  (Camphora, Menthol, Fenol, Thymol, Guaiacol)ad mudah larut dalam minyak lemak (vaselin) Zat berkhasiat +sebagian basis (sama banyak) ad homogenkan ad tambah sisa basis
    – Zat yang mudah larut dalam air dan stabil: Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.
  3. Salep yang dibuat dengan peleburan
    – Dalam cawan porselen
    – Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya (air ditambahkan terakhir)
    – Bila bahan bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh perlu dikolir (disaring dengan kasa) ad lebihkan 10-20%

Cara Pembuatan Salep Ditinjau dari Khasiat Utamanya

Cara pembuatan salep ditinjau dari khasiat utamanya dapat dibagi menjadi beberapa bagian :

Pembuatan sediaan salep
Skema ca pembuatan sediaan salep dengan zat tertentu.

Zat padat

a. Zat padat dan larut dalam dasar salep.

  1. Camphorae
  • Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan di dalam pot salep tertutup (jika tidak dilampaui daya larutnya).
  • Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. Sesame), camphorae dilarutkan lebih dahulu dalam minyak tersebut.
  • Jika dalam resep terdapat salol, mentol, atau zat lain yang dapat mencair jika dicampur (karena penurunan titik eutektik), Camphorae dicampurkan agar mencair, baru ditambahkan dasar salepnya.
  • Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahulu dengan eter atau alcohol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya.
  1. Pellidol
  • Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama sama dengan dasar salepnya yang dicairkan (jika dasar salep disaring, pellidol ikut disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya sebanyak 20%).
  • Jika pellidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus dengan dasar salep yang sudah dicairkan.
  1. Lodium
  • Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada camphorae
  • Larutkan daalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada Unguentum Iodii dari Ph. Belanda V).
  • Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru ditambahkan dasar salepnya.

b. Zat padat larut dalam air

  1. Protargol (argentum proteinatum)
  • Larut dalam air dengan jalan menaburkan di atas air kemudian didiamkan selama 15 menit di tempat gelap.
  • Bila dalam resep terdapat gliserol, maka Protargol digerus dengan gliserin baru ditambah air, dan tidak perlu ditunggu 15 menit (gliserol mempercepat daya larut protargol dalam air).
  1. Colargol (argentum colloidale)

Sama dengan Protargol dan air yang dipakai 1/3 kalinya.

  1. Argentums nitrat (AgN03)

Zat ini tidak boleh dilarutkan dalam air karena akan meninggalkan bekas noda hitam pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag2O3, kecuali pada resep obat wasir.

  1. FenoI/fenol

Fenol dalam salep tidak dilarutkan karena akan menimbulkan rangsangan atau mengiritasi kulit dan juga tidak boleh diganti dengan penoI liquidfactum.

c. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air

Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air, yaitu:

  • Argentums nitrat
  • Fenol
  • Hydrargyri bichloridum Chrysarobin
  • Pirogalol
  • Stibii et kaIii tartrans
  • OIeumiocoris aseIIi
  • Zinc sulfat
  • Antibiotik (misalnya penisilin)
  • Chloretum auripo natrico

Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep:

  1. Ichtyol
  2. Balsam balsem dan minyak yang mudah menguap
  3. Air
  4. Gliserin
  5. Marmer album serta zat padat tidak larut dalam air

Penjelasan :

  • Ichtyol, sebab jika ditambahkan pada masa salep yang panas atau digilas terlalu lama dapat terjadi pemisahan.
  • Balsem balsem dan minyak atsiri, balsem merupakan campuran dari damar dan minyak atsiri, jika digerus terlalu lama akan keluar damarnya sedangkan minyak atsiri akan menguap.
  • Air, berfungsi sebagai pendingin dan untuk mencegah permukaan mortir menjadi licin.
  • Gliserin, harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, sebab tidak bias campur dengan bahan dasar salep yang sedang mencair dan ditambahkan sedikit sedikit sebab tidak bias diserap dengan mudah oleh dasar salep.
Baca juga:  Materi Sediaan Pasta (Teori dan Penjelasan Lengkap)

d. Zat Cair (Sebagai pelarut bahan obat)

  1. Air
  • Terjadi reaksi
    Contohnya, jika aqua calcis bercampur dengan minyak lemak akan terjadi penyabunan sehingga cara penggunaannya adalah dengan diteteskan sedikit demi sedikit kemudian dikocok dalam sebuah botol bersama dengan minyak lemak, baru dicampur dengan bahan lainnya.
  • Tak terjadi reaksi
    a. Jumlah sedikit: teteskan terakhir sedikit demi sedikit
    b. Jumlah banyak: diuapkan atau diambil bahan berkhasiatnya saja dan berat airnya diganti dengan dasar salepnya
  1. Spiritus/etanol/alcohol
  • Jumlah sedikit: teteskan terakhir sedikit demi sedikit
  • Jumlah banyak:
    – Tahan panas: Tinct. Ratanhiae, panaskan diatas tangas air sampai sekental sirop atau sepertiga bagian.
    – Tak tahan panas:
    · Diketahui pembandingnya, maka diambil bagian bagiannya saja, misalnya tinct. lodii
    · Tak diketahui pembandingnya, teteskan terakhir sedikit demi sedikit.
    · Jika dasar salep lebih dari 1 macam, harus diperhitungkan menurut perbandingan dasar salepnya.
  1. Cairan kental

Umumnya dimasukkan sedikit demi sedikit. Contohnya: gliserin, pix lithantratis, pix liquida, balsam peruvianum, ichtyol, kreosot. Bahan berupa ekstak/extraktum

  • Extraktum siccum/kering
    Umumnya larut dalam air, maka dilarutkan dalam air, dan berat air dapat dikurangkan dari dasar salepnya
  • Exractum spissum/kental
    Diencerkan dahulu dengan air atau etanol
  • Extractum liquidum
    Dikerjakan seperti pada cairan dengan spiritus.

Bahan bahan lain :

  • Hydrargyrum
    Gerus dengan adeps lanae dalam lumpang dingin, sampai halus (<20ug) atau gunakan resep standar, misalnya: Unguentum hydrargyri (Ph. Belanda V) yang mengandung 30% dan Unguentum Hydrargyri Fortio (C.M.N) mengandung 50%.
  • Naphtolum
    Dapat larut dalam sapo kalicus, larutkan dalam sapo tersebut. Jika tidak ada sapo, dikerjakan seperti Camphorae. Mempunyai D.M/T.M untuk obat luar.
  • Bentonit
    Serbuk halus yang dengan air akan membentuk massa seperti salep.

Kriteria Dasar Salep yang Ideal

Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

  1. Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit tersebut.
  2. Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
  3. Tidak merangsang kulit.
  4. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
  5. Stabil dalam penyimpanan.
  6. Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
  7. Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
  8. Mudah dicuci dengan air.

Masalah inkompatibilitas obat (tidak tercampurkannya suatu obat), yaitu pengaruh pengaruh yang terjadi jika obat yang satu dicampurkan dengan yang lainnya. Inkompatibilitas obat dapat dibagi atas 3 golongan :

  1. Inkompatibilitas terapeutik.

Inkompatibilitas golongan ini mempunyai arti bahwa bila obat yang satu dicampur/dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami perubahan perubahan demikian rupa hingga sifat kerjanya dalam tubuh (in vivo) berlainan daripada yang diharapkan.

Hasil kerjanya kadang kadang menguntungkan, namun dalam banyak hal justru merugikan dan malah dapat berakibat fatal. Sebagai contoh: Absorpsi dari tetrasiklin akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan suatu antasida (yang mengandung kalsium, aluminium, magnesium atau bismuth).

Fenobarbital dengan MAO inhibitors menimbulkan efek potensiasi dari barbituratnya. Kombinasi dari quinine dengan asetosal dapat menimbulkan chinotoxine yang tidak dapat bekerja lagi terhadap malaria.

Mencampur hipnotik dan sedatif dengan kafein hanya dalam perbandingan yang tertentu saja rasionil. Pun harus diperhatikan bahwa mengombinasikan berbagai antibiotik tanpa indikasi bakteriologis yang layak sebaiknya tidak dianjurkan.

  1. Inkompatibilitas fisika.

Yang dimaksudkan di sini adalah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa terjadi perubahan-perubahan kimia. Meleleh atau menjadi basahnya campuran serbuk.

Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila disatukan tidak dapat bercampur secara homogen. Penggaraman (salting out). Adsorpsi obat yang satu terhadap obat yang lain.

  1. Inkompatibilitas kimia

Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi. Termasuk di sini adalah reaksi reaksi di mana terjadi senyawa baru yang mengendap.

Reaksi antara obat yang bereaksi asam dan basa. Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi maupun hidrolisa. Perubahan perubahan warna, Terbentuknya gas dll.

Bahan Dasar Pembuatan Salep

Salep dasar adalah zat pembawa dengan massa lembek, mudah dioleskan, umumnya berlemak, dapat digunakan bahan yang telah mempunyai massa lembek atau zat cair, zat padat yang terlebih dahulu diubah menjadi massa yang lembek.

Jika dalam komposisi tidak disebutkan salep dasar, maka dapat digunakan vaselin putih. Jika dalam komposisi disebutkan salep dasar yang cocok.

Pemilihan salep dasar yang dikehendaki harus disesuaikan dengan sifat obatnya dan tujuan penggunaannya.

Salep Dasar I

Salep dasar I umumnya digunakan vaselin putih, vaselin kuning, campuran terdiri dari 50 bagian Malam putih dan 950 bagian vaselin putih, campuran terdiri dari 50 bagian Malam kuning dan 950 bagian vaselin kuning atau salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak nabati, lemak hewan atau campuran Parafin cair dan Parafin padat.

Salep dasar l sangat lengket pada kulit dan sukar dicuci; agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam jumlah yang sesuai.

Salep Dasar II

Salep Dasar II umumnya digunakan lemak bulu domba, zat utama lemak bulu domba terutama kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian kolesterol, 30 bagian stearilalkohol, 80 bagian Malam putih dan 860 bagian vaselin putih, atau salep dasar sarap lainnya yang cocok. Salep dasar-II mudah menyerap air.

Salep Dasar III

Salep dasar-lII dapat digunakan campuran yang terdiri dari 0,25 bagian Metil paraden, 0,15 bagian Propil parapen, 10 bagian Natrium laurilsulfat, 120 bagian Propilengiikol, 20 bagian Sterilalkohol, 20 bagian vaselin putih dan air secukupnya hingga 1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang cocok. Salep dasar III mudah dicuci.

Salep Dasar IV

Salep dasar IV dapat digunakan campuran yang terdiri dari 25 bagian poliglikol 1500, 40 bagian poliglikol 4000 dan propilenglikol atau gliserol secukupnya hingga 100 bagian, atau salep dasar larut lainnya yang cocok.

Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:

Dasar salep hidrokarbon, yaitu terdiri dari antara lain:

  1. Vaselin putih,Vaselin kuning.
  2. Campuran Vaselin dengan malam putih, malam kuning.
  3. Parafin encer, Parafin padat.
  4. Minyak tumbuh tumbuhan

Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain:

  1. Adeps lanae
  2. Unguentum Simplex

Campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen Hydrophilic petrolatum 86 Vaselin Alba,8 Cera Alba,3 Stearyl alcohol, dan 3 kolesterol. (IMO:52 53)

Zat zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep, Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam vaselin. Champora, Mentholum, Phenolum, Thymolum dan Guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.

Bila dasar salep mengandung vaselin, maka zat zat tersebut digerus halus dan tambahkan sebagian (+ sama banyak) Vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep yang lain.

Champoradapat dihaluskan dengan tambahan Spiritus fortior atau eter secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit, diaduk sampai spiritus fortiornya menguap.

Bila zat-zat tersebut bersama-sama dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit (IMO, haI. 55)

Salah satu macam salep adalah salep mata yang digunakan pada mata. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat.

Baca juga:  Materi Sediaan Kapsul Menurut Farmakope Indonesia

Vaselin merupakan dasar salep mata yang sering banyak digunakan. Beberapa dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata (Anonim,1995: 12, 13)

Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat baktriostatik.

Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah salep harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama (Anonim, 1995: 12).

Sulfasetamid adalah senyawa antibakteri golongan sulfonamide yang mempunyai spektrum luas dan banyak digunakan terhadap bermacam-macam penyakit infeksi oleh kuman gram positif maupun negatif, salah satunya pada infeksi mata yang disebabkan oleh kuman-kuman yang peka terhadap sulfonamide. Sulfasetamid merupakan sulfonamide aksi pendek yang mempunyai aktivitas bakterisid (Tjay, 2002 : 22).

Keuntungan dan Kerugian Salep

Keuntungan salep

Misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu, walaupun masih mempunyai sifat-sifat lengket yang kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak. (Van Duin. 1947)

Kerugian salep

Misalnya pada salep basis hidrokarbon, sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.

Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.

Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini ialah kurang tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan adanya air. (Van Duin. 1947)

Pengawetan Salep

Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikro organisme yang terkontaminasi.

Pengawet pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam amonium kuarterner dan campuran lainnya.

Preparat setengah padat harus pula dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air (lembap) dan panas serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat dengan wadah.

Pengemasan dan Penyimpanan Salep

Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselen putih.

Botol plastik juga dapat digunakan. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya.

Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa di antaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus bila salep akan digunakan untuk dipakai melalui rektum, mata, vagina, telinga, atau hidung.

Tube umumnya diisi dengan bertekanan alat pengisi dari bagian ujung belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan dari ujung tutup) dari tube yang kemudian ditutup dengan disegel. Tube salep untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30 gram.

Botol salep dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan mengemas sejumlah salep yang sudah ditimbang ke dalam botol dengan memakai spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah, sejajar melalui tepi botol guna menghindari kemungkinan terperangkapnya udara di dalam botol.

Salep dalam tube lebih luas pemakaiannya daripada botol, disebabkan lebih mudah dan menyenangkan digunakan oleh pasien dan tidak mudah menimbulkan keracunan.

Pengisian dalam tube juga mengurangi terkena udara dan menghindari kontaminasi dari mikroba yang potensial, oleh karena itu akan lebih stabil dan dapat tahan lama pada pemakaian dibandingkan dengan salep dalam botol.

Kebanyakan salep harus disimpan pada temperatur di bawah 30° C untuk mencegah melembek apalagi dasar salepnya bersifat dapat mencair.

Contoh-contoh Obat Salep

Contoh contoh obat salep yang digunakan sebagai berikut :

1. Obat bisul, koreng dan borok

Obat bisul, koreng, dan borok yang telah lama dikenal ialah salep diachylon dan salep ichthyol.

Selain itu penyakit koreng juga dapat diobati dengan asam salisilat, salep yang mengandung sulfa, penisilina, dan belerang. Contoh obat yang digunakan untuk obat bisul, koreng, dan borok :

  • Unguentum 01. Jec. Aselli (mengandung minyak ikan)
  • Unguentum sulfuris salicylatum (mengandung asam salisilat dan belerang)
  • Unguentum sulfanilamide (mengandung sulfinamida)
  • Unguentum penisilin (mengandung penisilina)

2. Obat eskema

Untuk eskema biasanya digunakan salep yang mengandung bahan teer (misalnya ichthyol, pix liquida, oleum cadium), belerang, asam salisilat, solutio acetatis alumini basicus. Contoh salep skema :

  • Pasta zinci salicylata lassar (mengandung asam salisilat, seng oksida, amilum tritici dan vaselin kuning)
  • Mixtura agitanda ichthyloii (mengandung ichthyol, seng oksida, talk, gliserin dan air)
  • Untuk eskem basah digunakan campuran seng oksida, oleum olivarum, air kapur yang sama banyaknya.

Untuk penyakit eskema sekarang terkenal obat obat modern, antara lain :

  • Salep allercyl, buatan Pabrik Bode Scenhemic EBIZALF, buatan pabrik USFI
  • Conimycin krim, buatan pabrik Medial, kenrose Indonesia
  • Dexatropic Krim, buatan pabrik Organon

3. Obat kudis

Untuk penyakit kudis biasanya digunakan salep yang mengandung belerang, teer, natrium benzoat dan gammexaan. Contoh obat kudis :

  • Linimentum sulfuris, mengandung oleum cocos dan belerang sama banyak.
  • Emulsum benzoatis benzylici, mengandung natrium benzoat, emulgide, minyak wijen dan air.
  • Unguentum sulfuris, mengandung belerang dan vaselin.

Contoh obat paten modern yang digunakan untuk penyakit kudis :

  • Crotaderm krim, buatan pabrik Bayer
  • Pagoda selep, buatan pabrik Afiat
  • Herocyn selep, buatan pabrik Coronet

4. Obat kurab, panu, dan kutu air

Kurab, panu dan kutu air biasanya disebabkan oleh infeksi dengan kapang kapang. Obat yang biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit ini ialah asam salsilat, belerang, jodium.

Contoh obat kurab, panu, dan kutu air:

  • Salicyl spiritus 5 10%
  • Unguentum sulfuris salicylatum, mengandung asam salisilat, belerang, dan vaselin kuning
  • Unguentum whitfield, mengandung asam benzoat, asam salisilat, lanolin dan vaselin putih.

Contoh obat paten modern yang digunakan untuk pengobatan kurab, panu dan kutu air:

  • Kalpanax tingtur buatan pabrik Kalbe Farma
  • Radas tingtur buatan pabrik Prafa
  • Pantox tingtur, buatan pabrik Cendo

Alat dan Bahan Salep

Dalam praktikum sediaan salep, alat dan bahan yang biasa digunakan sebagai berikut:

Alat:

  1. Lumpang
  2. Mortar
  3. Cawan penguap
  4. Sendok spatel
  5. Cawan penguap

Bahan:

  1. Adepslanae
  2. Vaselin alba
  3. Sulfur pp
  4. Acid salicyl
  5. Vaselin flava
  6. Ichtiyol

Cara Kerja Pembuatan Salep

  1. Menimbang bahan berkhasiat dan bahan tambahan lainnya, digerus hingga halus sesuai dengan ukuran partikel yang dikehendaki.
  2. Menimbang basis vaselin album dan adeps lanae, mencampurkan satu sama lain dengan metode pencampuran kemudian digerus dalam mortir hingga homogen.
  3. Menambahkan propilenglikol dan BHT ke dalam basis yang sudah tercampur.
  4. Menambahkan basis yang sudah tercampur sedikit sedikit ke dalam mortir yang sudah diberi bahan berkhasiat.
  5. Mengaduk sampai homogen dan mencampurkannya sampai rata.
  6. Memasukkan ke dalam pot dan diberi etiket.
  7. Melakukan evaluasi.

5 pemikiran pada “Materi Sediaan Salep (Unguenta): Teori & Penjelasan Lengkap”

Tinggalkan komentar