Apa itu Farmasi?
Farmasi diambil dari kata farmakon yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti medika atau obat.
Farmasi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, dan menganalisis sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman, sehingga profesi di bidang farmasi berhubungan erat dengan definisi dari farmasi itu sendiri.
Seiring waktu ilmu farmasi pun mengalami perkembangan dan kemajuan. Perkembangan farmasi juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan orientasi di bidang kesehatan.
World Health Organization (WHO) yang beranggotakan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, pada tahun 80an mencanangkan semboyan “Health for All by the year 2000“, yang merupakan tujuan sekaligus proses yang melibatkan seluruh negara untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya, suatu derajat kesehatan yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat memperoleh kehidupan yang produktif secara sosial maupun ekonomi.
Semboyan tadi dirumuskan melalui suatu konsep bernama “Primary Health Care” dalam konferensi internasional di Alma Atta 1978, dan konsep itu dikenal dengan nama Deklarasi Alma Atta.
Deklarasi ini merupakan kunci dalam pencapaian tujuan pengembangan sosio-ekonomi masyarakat dengan semangat persamaan dan keadilan sosial. Perkembangan terakhir di bidang kesehatan akhir-akhir ini ialah konsep “Paradigma Sehat” yaitu cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik.
Cara pandang ini menekankan pada melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor. Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan.
Dengan diterapkannya paradigma ini, diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan diri mereka sendiri. Dari perkembangan ini, maka cakupan farmasi pun menjadi lebih luas.
Farmasi tidak hanya berorientasi pada produk, yaitu obat, namun juga saat ini, farmasi sudah berkembang menjadi salah satu ilmu pelayanan kesehatan di masyarakat, yang berorientasi pada pasien.
Oleh karena itu, dalam perkuliahan di Fakultas Farmasi akan dipelajari mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan obat, hingga penggunaannya pada konsumen secara aman dan rasional.
Dari pengertian farmasi tersebut, kita dapat simpulkan, bahwa saat ini ruang lingkup farmasi begitu luas. Farmasi tidak hanya identik dengan obat dan lulusannya tidak hanya sekadar menjadi “tukang obat” seperti yang banyak dipahami sebagian orang saat ini.
Kita akan mempelajari semua tentang obat dari hulu ke hilir, mulai dari obat diproduksi, didistribusi, hingga ketika dikonsumsi oleh pasien. Bagaimana mendesain obat agar ia memberikan efek terapeutik pada penggunanya, hingga memberikan konseling mengenai penggunaan obat secara rasional.
Farmasi pada dasarnya merupakan sistem pengetahuan (ilmu, teknologi dan sosial budaya) yang mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dengan mendalami, memperluas, menghasilkan, dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam arti dan dampak obat yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat pada manusia dan hewan.
Ilmu farmasi merupakan salah satu ilmu kesehatan yang akan terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kemauan belajar terus-menerus adalah poin penting bagi seorang farmasis untuk terus dapat memberikan manfaat bagi orang banyak.
Berkenalan dengan Apoteker
Pernah mendengar kata “apoteker”? Mungkin banyak orang yang masih awam dengan kata apoteker. Saat kita sudah menyelesaikan 4 tahun masa perkuliahan strata 1 (S1) di jurusan Farmasi, maka ada satu tahap lagi yang harus kita lalui untuk dapat melakukan aktivitas keprofesian, yaitu pendidikan profesi apoteker selama 1 tahun.
Jika sudah lulus pendidikan profesi ini, maka hak-hak dalam melakukan aktivitas keprofesian akan diberikan kepada kita. Ini sama halnya seperti bidang lain yang juga memiliki pendidikan profesi dalam tahapan pendidikannya.
Misalnya dokter, setelah menyelesaikan kuliah strata 1, mahasiswa kedokteran baru mendapatkan gelar S. Ked dan belum memiliki hak keprofesian seperti menulis resep, memberi diagnosa, dan lain-lain. Mereka harus menjalani pendidikan profesi terlebih dahulu, yang lebih sering kita kenal dengan co-ass atau seperti juga mahasiswa jurusan akuntansi yang harus mengambil pendidikan profesi untuk mendapatkan gelar akuntan.
Apoteker atau farmasis adalah profesi yang memiliki keahlian yang mencakup definisi farmasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Seorang apoteker harus mampu membuat, meracik, memformulasi, mengidentifikasi obat, mendistribusikannya, dan memberikan pelayanan mengenai cara penggunaan obat yang aman.
Ia tidak hanya mampu memastikan bahwa produknya aman dan memenuhi persyaratan, namun juga memastikan penggunaannya di masyarakat secara tepat.
Apoteker harus memiliki apa yang disebut dengan Nine Star of Pharmacist, yaitu Seven Star of Pharmacist plus 2.
Nine Stars of Pharmacist (Seven Star of Pharmacist plus 2)
Seven Stars of Pharmacist adalah istilah yang diungkapkan World Health Organization (WHO) untuk menggambarkan peran seorang farmasis atau apoteker dalam pelayanan kesehatan yang seiring waktu bertambah menjadi Nine Stars of Pharmacist.
Nine Stars of Pharmacist tersebut adalah sebagai berikut:
1. Care-Civer
Seorang apoteker merupakan profesional kesehatan yang peduli, dalam wujud nyata memberi pelayanan kefarmasian kepada pasien dan masyarakat luas, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik, teknik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP No. 51 tahun 2009).
Apoteker harus mampu berinteraksi dengan individu dan masyarakat. Care giver ini adalah salah satu semangat yang harus dimiliki oleh seorang apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasiannya. Semangat untuk memberikan manfaat atas ilmu yang sudah diterimanya kepada masyarakat luas.
2. Decision-Maker
Seorang apoteker merupakan seorang yang mampu menetapkan/menentukan keputusan terkait pekerjaan kefarmasian yang diberikan kepadanya.
Adakalanya seorang apoteker harus memutuskan sesuatu yang penting dalam waktu yang singkat. Seperti misalnya mengenai alternatif obat pengganti, harus menempatkan orang saat SDM minim, dan lain-lain.
Kemampuan mengambil keputusan ini tentu saja dimulai dan dilatih sejak kita masih menjadi seorang mahasiswa.
3. Communicator
Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lain, oleh karena itu seorang apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Ia harus mampu menjadi komunikator yang baik, agar pelayanan kefarmasian yang diberikan berjalan dengan baik.
Kemampuan komunikasi yang baik ini sangat diperlukan dalam hal seperti Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling dan edukasi obat kepada pasien, dan lain-lain.
Komunikasi yang baik meliputi kemampuan komunikasi verbal, nonverbal, mendengar, dan kemampuan menulis dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kebutuhan pembacanya.
4. Manager
Seorang apoteker merupakan seorang manajer dalam aspek kefarmasian nonklinis. Hal ini mendorong seorang apoteker untuk memiliki kemampuan manajemen yang baik.
Beberapa contoh pekerjaan apoteker sebagai manajer, yaitu Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA), kepala di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), manajer di industri seperti manajer Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), produksi, dan lain-lain.
5. Leader
Seorang apoteker harus mampu menjadi seorang pemimpin (leader), mempunyai visi dan misi yang jelas,
dan dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk memajukan institusi/perusahaan/Iembaga yang dipimpinnya.
Untuk menjadi leader ini seseorang harus memiliki kemampuan yang lebih dari seorang manajer. Manajer harus mampu mengelola orang-orang dalam timnya agar dapat bergerak menuju kemajuan, sedangkan leader, selain harus memiliki kemampuan tersebut, ia juga harus dapat menjadi inspirasi dan memberi motivasi bagi anggota tim yang dipimpinnya.
6. Life-Long Learner
Seorang apoteker harus memiliki semangat belajar sepanjang waktu, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan akan terus berkembang. Kita harus senantiasa mengikuti perkembangan tersebut agar dapat optimal dalam menjalankan pelayanan kefarmasian.
Contohnya, banyak penyakit baru yang bermunculan saat ini, yang tentunya bakal menjadi tantangan dalam menemukan obat untuk penyakit tersebut. Contoh lain, seperti efek samping suatu obat yang baru diketahui saat ini, setelah obat tersebut telah beredar selama beberapa lama.
7. Teacher
Seorang apoteker dituntut dapat menjadi pendidik bagi pasien, masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan kesehatan.
Apoteker harus mampu mengedukasi pasien mengenai penggunaan obat yang tepat, mengedukasi masyarakat untuk mengunakan obat secara bijak, dan memberikan edukasi pada tenaga kesehatan lainnya mengenai ilmu farmasi dan obat yang diperlukan sesuai dengan profesinya masing-masing.
8. Researcher
Seorang apoteker dituntut untuk dapat menjadi peneliti terutama dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik. Kemampuan menjadi researcher ini tentu sangat berkaitan dengan kemampuan long life learner yang sebelumnya telah dijelaskan.
Seiring dengan kemajuan ilmu farmasi dan penemuan penyakit baru, maka pengembangan obat baru menjadi salah satu konsekuensinya.
9. Entrepreneur
Seorang apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan kemandirian serta membantu menyejahterakan masyarakat. Ia dapat membuka lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.
Oleh karena itu, dalam kurikulum farmasi dan apoteker, kita akan menemukan mata kuliah yang mendukung apoteker untuk menjadi seorang entrepreneur.